Siapa yang kesal kalau
ada orang lain yang suka buang sampah sembarangan? Padahal ada tempat sampah
tapi malah ada oknum yang naruh bungkus makanan di pot bunga. Pernah juga daku
mergokin orang yang sengaja buang kaleng bekas minuman dari jendela mobil, di
tengah jalan!
Padahal di mana-mana
sudah ada tulisan “dilarang buang sampah sembarangan”. Tempat sampah juga
selalu disediakan, dan juga dipisah antara sampah basah, sampah kering, dan
sampah bekas elektronik, warna tong sampah juga dibedakan. Namun kemauan untuk
buang sampah di tempatnya masih belum bisa ditaati.
Menumpuknya sampah juga berbahaya karena bisa mengganggu pemandangan, menimbulkan penyakit, bau, dan juga banjir. Ingat ya, jangan sampai melempar sampah seenaknya, apalagi di tempat umum. Apalagi kalau sampahnya adalah kulit pisang yang bisa membuat orang lain celaka.
Tapi berkat sampah ada
seorang gadis yang meraih penghargaan. Kok bisa? Bagaimana caranya? Yuk simak
cerita tentang Amilia Agustin.
Amilia
Agustin si Ratu Sampah
Kita kembali ke tahun
2010 di sebuah SMP. Kala itu Amilia melihat sampah yang menumpuk di sebuah
gerobak, dekat area sekolah. Di sebelahnya, ada bapak tua yang asyik makan
tanpa cuci tangan terlebih dahulu. Perasaan bersalah menyelusup kalbunya,
apakah kemasan makanan dan sampah lain berasal dari sekolahnya?
Amilia bercerita ke
guru biologi sekaligus pembina ekskul KIR, Bu Nia. Gadis yang waktu itu ikut
ekstra kulikuler KIR (Karya Ilmiah Remaja) khawatir akan sampah dan dampaknya. Kemudian
Bu Nia mengarahkan Amilia dan teman-teman KIR untuk datang dan belajar di Yayasan Pengembangan Biosains
dan Bioteknologi (YPBB), yang bergerak di bidang pengomposan dan pemilahan
sampah.
Kemudian, Amilia dan
teman-teman di ekskul KIR membuat dua jenis tempat sampah, untuk sampah
anorganik dan organik. Awalnya malah diprotes guru lain karena tempat sampah
terbuat dari kardus bekas. Ketika kardus itu dihias dengan kertas kado, malah
disepak dan dijadikan mainan oleh murid laki-laki.
Amilia berusaha agar
mendapatkan lebih banyak dukungan. Lantas ketika MOS (Masa Orientasi Siswa),
dia dan anggota KIR lain mengkampanyekan gerakan cinta lingkungan. Saat ada
acara lain di sekolah, mereka juga terus mempromosikan program ini.
KIR menambah subdivisi
demi sekolah bebas sampah yang dinamai Go to Zero Waste School. Program ini
akhirnya mendapatkan lebih banyak dukungan.
Berkat keberanian dan
usahanya, Amilia mendapatkan julukan si Ratu Sampah. Dia tidak marah karena
teman-temannya memanggil seperti itu. Dengan sebutan Ratu Sampah, Amilia malah bangga.
Mengubah
Sampah jadi Berguna
Amalia kemudian membuat
proposal yang dinamai Zero Waste School. Proposal itu dikirim ke Ashoka
Indonesia, yang punya program Young Changer. Tak disangka, proposal diterima
dan Amilia menerima uang bantuan sebanyak 2,5 juta rupiah. Tentu saja duit itu
untuk biaya operasional agar Go to Zero Waste School berjalan dengan lancar.
Program Go to Zero
Waste School dijalankan oleh Amilia, tentu dengan dukungan para guru, kepala
sekolah, dan teman-temannya. Dalam program ini sampah dibagi jadi 4 klasifikasi
yakni sampah anorganik, organik, tetrapak, dan sampah kertas. Diusahakan agar
tidak ada sisa sampah yang merugikan orang lain. Lalu sampahnya diapakan dong?
Sampah-sampah tersebut
tidak dibakar tapi diolah menjadi barang-barang yang berguna. Teman-teman masih
ingat kan program 3 R? Reduce, reuse,
recycle. Jadi Amilia dan teman-teman me-recycle
sampah sehingga jadi lebih bermanfaat.
Tapi kan Amilia kala
itu masih sibuk sekolah? Dalam menjalankan program ini, dia dibantu oleh wali
murid. Mereka mengubah sampah bekas bungkus kopi menjadi tas. Gadis itu
membuktikan bahwa sampah kalau diolah bisa menjadi ‘emas’ yang sangat
bermanfaat.
Penerima
SATU Indonesia Awards Termuda
Berkat usaha dan
kegigihan Amilia dalam mengolah dan mengelola sampah di lingkungan sekolah, dia
mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Awards tahun 2010. Padahal kala itu dia
masih berusia 14 tahun. Bu Nia yang mendaftarkan Amilia dan dia berhasil
menjadi salah satu pemenangnya.
Amilia tak menyangka
bahwa dia menjadi peraih SATU Indonesia Awards, apalagi dia menjadi pemenang
dengan usia yang paling muda. Sedangkan penerima penghargaan lain rata-rata
adalah mahasiswa dan pekerja.
Jadi, ketika Amilia
diwawancara oleh wartawan, mereka salah sangka. Dikiranya yang bernama Amilia
adalah ibunya, padahal sang putri. Gadis remaja ini membuktikan bahwa usia
tidak jadi penghalang dalam membuat program yang bermanfaat, dan dia sangat
bersyukur karena menerima penghargaan SATU Indonesia Awards tahun 2010.
Saat ini Amilia sudah
bekerja dan mendapatkan SATU Indonesia Awards adalah salah satu hal terbaik
dalam hidupnya. Dia masih bermimpi untuk membuat sekolah dengan kualitas bagus
di pedalaman. Sungguh keinginan yang bermanfaat ya, dan semangatnya patut
ditiru.
Sampah bukan lagi momok
yang menakutkan. Akan tetapi sampah bisa diolah jadi tas dan benda-benda lain
yang berguna, asal kita tahu caranya. Sosok Amilia menginspirasi banyak orang
untuk cinta lingkungan dan me-recycle sampah
sebaik mungkin. #APA2025-PLM
Sumber tulisan:
https://wartapena.com/amilia-agustin-meriahkan-adiwiyata-learning-center-goes-to-school-2017/
https://tokohinspiratif.id/amilia-agustin/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar