Sebagai seorang istri,
Patime ingin menyenangkan suaminya. Sejak kemarin Parjo, sang suami, ingin
berbuka puasa di hari pertama Ramadan dengan kolak pisang. Patime dengan
semangat membawa dompet warna merah jambu bergambar hello kitty, berisi
beberapa lembar uang warna ungu, hijau dan kuning.
Di depan penjual buah,
Patime langsung mengambil pisang dan ditukar dengan selembar uang warna ungu.
Kemudian dia bergeser ke lapak sebelah untuk beli santan instan berbentuk
segitiga warna hijau (tapi dalamnya putih, nah lho!). Patime tak lupa beli
sebungkus kecil vanilla bubuk dan seperempat kilogram gula merah.
Patime sudah menghafal
resep kolak yang diberi oleh Mpok Sumi, tetangganya. Diambilnya panci dan diisi
dengan air keran (bukan air terjun). Sambil menunggu air mendidih, Patime
mengupas pisang dan memotongnya. Kemudian dimasukkan pisang, gula merah,
vanilla bubuk, dan santan instan.
Tak sampai 30 menit,
kolak hampir matang. Tapi Patime heran. Mengapa begini bentuknya? Ah sudahlah,
nanti biar Parjo yang mencicipi.
Parjo datang 5 menit
jelang maghrib. Dia langsung mandi, ganti baju, dan melihat panci berisi kolak.
“PATIME? INI APA?”
Patime sangat kaget
karena selama 3 bulan menikah, sang suami tidak pernah berteriak. Apa salahnya?
“Maaf Bang. Ubur-ubur
ikan lele. Kolak pisang sudah siap, le! Apa salahku dan apa dosaku, mengapa kau
berteriak padaku? Akuu tak sanggup lagi, menerima semuanyaaa….”
Patime terus bernyanyi
sampai Parjo pusing tujuh keliling. Dia hanya pekerja bangunan. Bukan Mas Anang
yang jadi juri acara lomba nyanyi di tv.
“Patime, istriku
sayang. Maafkan abang. Tapi, kolak apa yang kau hidangkan?” Parjo mencoba untuk
bicara lebih lembut.
“Anu, Bang. Tadi aku
bikin kolak pakai pisang yang warna hijau, habis itu yang paling murah. Lalu
gula merahnya kucemplungin aja bulat-bulat, biar cepat matang.”
Astagaaa! Parjo
langsung ngakak guling-guling. Ternyata Patime tidak bisa membedakan antara
pisang tanduk dengan pisang ambon. Pantesan kolaknya error!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar