Selasa, 29 Agustus 2023

Mengapa Ibu yang Selalu Salah?

 

Hi Bun, pernah gak merasa BT berat karena dibully secara verbal dan disalah-salahkan?

BTW  salah satu inspirasi tulisan ini adalah konten di media sosial. Di mana seorang suami menyalahkan istrinya dan mendiamkannya selama 20 tahun. Alasannya apa? Karena sang istri dianggap terlalu perhatian kepada anak-anaknya dan dia merasa dicuekin.


 

Hmmm, berasa gemes gak sih? Sebenarnya masalah seperti ini bisa dibicarakan. Bukannya didiamkan atau istilahnya silent treatment. Sang istri yang menjadi ibu dari 4 anak disalahkan oleh suaminya sendiri. Betapa sedihnya.

Ibu yang Selalu Disalahkan

Konten yang daku lihat itu dibuat di luar negeri. Ternyata di sini sama aja ya. Selalu ibu yang disalahkan. Anak sakit, dibilang ibunya gak becus ngurusin. Anak jatuh, ibunya disalahin. Keuangan rumah tangga terganggu, ibu dibilang boros. Padahal ini adalah salah satu efek inflasi.


 

Kok bisa ada yang menyalahkan para ibu, istri, wanita? Bisa jadi karena didikan yang salah. Ingat gak kalau kita kecil dulu, lagi jatuh malah ama pengasuh dibilang “tuh lantainya yang salah, yang nakal!”

Dengan didikan macam ini maka akan masuk ke alam bawah sadar dan jadi terbiasa menyalahkan orang lain, alih-alih instropeksi. Sedih deh!

Budaya Patriarki

Penyebab lain dari ibu yang disalahkan adalah budaya patriarki. Laki-laki dinomorsatukan. Suami adalah raja. Sementara wanita jadi nomor sekian. Seperti ungkapan kanca wingking (teman yang posisinya ada di belakang) yang menggambarkan seorang istri.

SUKA HERAN DEH SIAPA YANG BIKIN ISTILAH GINI?

Eh maaf daku yang jadi emosi sendiri wkwkwk.

Jangan Diam Aja

Lalu gimana kalau ada ibu yang diserang secara verbal dan selalu disalahkan? (sambil nyanyi lagu mengapa aku selalu yang mengalaaah).

Memang sih mengalah bukan berarti kalah. Namun bukan berarti kesalahan seperti ini bisa dibiarkan begitu saja. IMHO, sabar ada batasnya tapi toleransi ada batasnya, dan situasi di mana wanita selalu disalahkan itu sudah tidak bisa ditoleransi lagi.


 

Pertama, hindari orang yang suka menyalahkan. Semua akses ke media sosial dan chat diblokir aja. Kalau ditemui di dunia maya ya melengos aja, pura-pura gak kenal.

Kedua, kalau yang menyalahkan adalah keluarga sendiri (atau mom in law yang berubah jadi monster in law) gimana? Mending pisah rumah dan jaga jarak, jarang ketemu. Seorang suami yang baik pasti akan membela istrinya yang selalu disalahkan oleh orang lain (termasuk ibunya sendiri).

Ketiga, frontal aja. Bilang kalau tidak suka disalahkan. Membela diri sendiri itu penting banget, biar kita enggak di-bully sembarangan.



 

Beginilah hidup ya. Ada aja orang yang hobinya menyalahkan dan dia enggak sadar akan kesalahannya. Memang perlu dilawan atau dicuekin. Kalau enggak bahaya lho!

Ibu yang disalahkan akan stress dan berakibat buruk karena bisa emosi ke anak-anaknya. Ibu yang menyusui dan disalahkan akan berpengaruh ke ASI-nya. Dan masih banyak dampak buruk lain.

Daku ga menyarankan klean untuk marah-marah dan melawan dengan emosi. Daku Cuma menyarankan untuk membela diri karena sangat penting dan jangan mau disalahkan ketika anak jatuh dll. Janganlah kita saling menyalahkan, lebih baik sama-sama instropeksi.

Minggu, 13 Agustus 2023

Elsa Maharani, Memberdayakan Masyarakat dengan Mendirikan Kampung Penjahit

 

“Membeli sama dengan membantu sesama”

Demikian konsep dari setiap jilbab, gamis, mukena, dan item lain yang diproduksi oleh Elsa Maharani. Wanita kelahiran 5 Maret 1990 ini meyakinkan para pembeli. Saat mereka memesan 1 saja jilbab, sama dengan membantu para penjahit yang menjadi mitranya.

Elsa Maharani adalah pengusaha yang bermukim di Kota Padang dan sudah mulai berbisnis konveksi sejak tahun 2018 lalu. Dengan senyum dan semangat, ia menjadi wirausaha dengan niat yang mulia.



Menjadi pengusaha tak hanya membuatnya mampu mencari uang tanpa harus meninggalkan anak-anaknya. Namun dengan berbisnis, ia juga membuka lapangan pekerjaan, sehingga turut meningkatkan perekonomian mitra jahitnya.

Maharrani hijab pun berdiri tahun 2018 dan pada awalnya Elsa memberlakukan sistem PO (pre order). Namun saat ini sudah banyak produknya yang ready stock dan bisa dipesan di para reseller di seluruh Indonesia.

Sejak Kecil Tekun Berwirausaha

Mata Elsa menerawang ketika ia flashback, mengenang masa lalunya ketika sudah berniaga di usia dini. Elsa belajar berbisnis sejak masih menjadi murid SD, tepatnya tahun 1998. Ketika di Indonesia terjadi krisis moneter, gaji sang ayah dipotong.



Akhirnya Elsa menjajakan kue di sekolah untuk membantu perekonomian keluarga. Apalagi ia berasal dari keluarga besar (10 bersaudara) sehingga membutuhkan biaya hidup yang cukup besar. Elsa tidak mengeluh, tetapi membantu ibunya dengan ikhlas. Berkat tempaan kehidupan yang cukup keras dari kecil, akhirnya terbentuk jiwa pengusaha yang kuat di hati Elsa.

Mendirikan Kampung Penjahit untuk Memberdayakan Masyarakat Sekitarnya

Mengapa Elsa memilih untuk berbisnis konveksi dan membuat brand hijab? Awalnya, tahun 2016 lalu, wanita ini berjualan produk hijab. Semula ia hanya menjadi reseller. Lantas dalam 2 tahun, statusnya naik menjadi agen, lalu distributor dari beberapa brand.



Sang suami mendorong Elsa untuk membuka usaha sendiri. Akhirnya Elsa mendirikan Maharrani Hijab (yang diambil dari namanya sendiri) dan kala itu modalnya hanya 3 juta rupiah. Namun ia optimis bisnisnya akan berhasil karena sudah mengetahui seluk-beluk bisnis fashion.

Dengan niat memajukan masyarakat di lingkungannya, tepatnya di Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat, Elsa bertekad untuk berkolaborasi agar sama-sama mencecap kesuksesan. Ia mencari mitra yang merupakan para tetangganya, yang memiliki kemampuan di bidang jahit-menjahit. Hingga akhirnya berdirilah Kampung Jahit di tahun 2018 dan memiliki lebih dari 50 penjahit.



Mengapa disebut Kampung Jahit? Seperti namanya, Kampung Jahit adalah kampungnya para penjahit. Para tetangga Elsa sebelumnya bekerja sebagai pemecah batu. Namun ia melihat bahwa sebenarnya mereka mampu untuk menjadi mitra jahit karena sudah punya keterampilan menjahit.

Elsa pun merayu para tetangganya untuk menjadi mitra jahit. Apalagi ada sebagian dari mereka yang kekurangan secara ekonomi, atau suaminya sedang sepi orderan (karena bekerja sebagai ojek online di masa pandemi).



Akan tetapi, Elsa sempat ditolak oleh banyak orang. Penyebabnya karena kultur mereka yang lebih suka bekerja sendiri daripada jadi karyawan. Apalagi kala itu honor menjahit baru 25.000 rupiah per produk.

Namun Elsa tidak menyerah dan meyakinkan bahwa pesanan akan terus ada, sehingga para mitra jahit juga diuntungkan. Mereka pun akhirnya mau menjadi mitra. Akhirnya Kampung Jahit terus maju dan Maharrani hijab berhasil mendapatkan omzet senilai ratusan juta rupiah.

Mencari Mitra Jahit, Bukan Karyawan

Menjadi pebisnis berarti mengetahu cara manajemen sebuah usaha. Elsa yang fokus di  bagian marketing pun mencari mitra jahit agar mereka yang ada di bagian produksi. Sementara ia konsentrasi pada pemasaran produk.

Para penjahit yang bekerja sama dengan Elsa Maharani disebut dengan mitra. Mengapa ia tidak mengangkat karyawan? Elsa beralasan, ia ingin agar para mitra bisa bekerja dari rumah, agar bisa mengurus keluarganya. Niatnya mulia karena jika sistemnya seperti ini, para mitra masih bisa mengasuh anak-anaknya sembari mencari nafkah.



Elsa memikirkan nasib para mitra agar mereka juga sama-sama maju. Dengan ketulusan, semangat, dan keuletannya, bisnis Maharrani hijab terus berkembang. Elsa ingin agar ia dan para mitra sama-sama menikmati manisnya kesuksesan, dan berkat kerja kerasnya brand Maharrani semakin dikenal di masyarakat luas.

Dinamika Ketika Pandemi Corona

Virus corona yang menyerang sejak awal 2020 lalu membuat para pebisnis gulung tikar. Namun Elsa tidak menyerah begitu saja karena memikirkan para mitra jahit Maharrani Hijab. Ia melihat pergeseran tren belanja di masyarakat yang lebih memilih online shop daripada belanja di pasar. Penyebabnya karena PPKM dan banyak orang yang takut untuk keluar rumah, lalu cenderung berbelanja secara daring.

Lantas Elsa menggencarkan promosi di media sosial dan mempopulerkan produk-produknya. Tak disangka Maharrani Hijab malah kebanjiran orderan. Sampai saat ini (pertengahan tahun 2023), tak kurang dari 1.000 pieces produk berhasil dibuat dan dipasarkan di seluruh Indonesia. Bahkan Maharrani hijab juga pernah ikut pameran di Malaysia dan membidik negara-negara lain untuk pemasarannya.

Saat pandemi, masyarakat diwajibkan untuk menjaga protokol kesehatan dan memakai masker. Elsa melihat peluang dan memanfaatkannya dengan memproduksi masker. Produk ini pun laris-manis dan ia membuktikan bahwa kondisi pandemi tidak menghentikan langkahnya untuk berusaha dan memajukan Kampung Jahit.

Inovasi agar Terus Maju

Setelah mendirikan Kampung Jahit, Elsa memajukannya dengan terus berinovasi. Caranya dengan menambah lini produk dan jenis-jenis barang yang dijual. Ia juga menjual pakaian pria (dengan brand HAMKA). Ia juga menjual gamis untuk para pegawai negeri yang harganya tidak terlalu mahal, tetapi kainnya menyerap keringat.

Tak disangka gamis PDH (pakaian dinas harian) laris-manis di pasaran. Para mitra jahit sibuk bekerja, dan ada pula bagian quality control agar kualitasnya terjaga.

Mendapatkan SATU Indonesia Awards

Tahun 2020, Elsa Maharani bersyukur karena mendapatkan SATU Indonesia Awards berkat keuletannya dalam mendirikan dan memajukan Kampung Jahit. SATU Indonesia Awards adalah wujud apresiasi Astra untuk generasi muda (individu atau kelompok) yang menjadi pelopor perubahan masyarakat sekitar di bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan, kewirausahaan, dan teknologi.

Elsa Maharani yang menjadi pelopor Kampung Jahit merasa senang karena berhasil menerima SATU Indonesia Awards. Dengan hadiah dari Astra tersebut, Elsa mampu mendirikan workshop dan mewujudkan impiannya untuk memiliki 1.000 mitra jahit. Makin banyak mitra tentu makin memajukan Kampung Jahit.



Saat ini Elsa Maharani terus berusaha untuk memajukan Kampung Jahit dan memberdayakan masyarakatnya. Sekarang, para mitra jahit tak hanya dari kaum wanita tetapi juga pria. Mereka menjahit dengan riang-gembira, dan berkolaborasi dengan Elsa untuk terus mengembangkan Kampung Jahit.

Di Kampung Jahit, suara mesin jahit bagaikan lagu yang merdu, yang dimainkan dari pagi hingga sore hari. Berkat ketekunan dan keuletan Elsa Maharani, masyarakat yang ada di Kampung Jahit meningkat perekonomiannya, dan mereka bisa berkarya dari rumah. Elsa senang karena usahanya terus maju dan menebar manfaat bagi banyak orang.