Jumat, 08 Juli 2022

Ketika Komentarku Mendapat Serangan Netizen

 

Bagaimana rasanya jadi viral walau semalam? Nih daku ceritain rasanya.

Semalam (seperti biasa) daku scroll di salah satu media sosial. Kebiasaanku kalau lagi gabut (kalau di sini istilahnya mbambong) adalah berkomentar di akun-akun populer. Daku cukup tergelitik untuk menambah comment di salah satu akun medsos portal berita yang sangat populer. Isi kontennya adalah anjuran untuk memberi jarak minimal 3 tahun jika ingin punya anak kedua dan seterusnya.

Apa komentarku? Simple aja sih: Bagi saya 1 anak cukup, Pak! Tak disangka hanya sebaris komentar pendek ternyata menggetarkan notifikasi media sosial dan ada saja netizen yang menanggapinya. Lucu aja karena mereka tuh tidak ada yang mengenalku di dunia nyata tapi komentarnya menyentil.

Komentar Buruk Ketawain Aja                                

Bagaimana tidak tertawa kalau netizen malah ‘perang’ sendiri di kolom komentar? Banyak yang bilang kasihan nanti anaknya terbebani karena jadi anak tunggal. Ada pula yang bilang kalau 1 anak itu kurang, nanti siapa yang menemani di masa tua? Komentar serupa juga bilang, kalau anaknya banyak bisa ada yang mengurus ortunya.



Komentar itu malah dikomen balik ama netizen lain yang bilang kalau anak itu bukan investasi orang tua. Daku pun bengong lalu kirim WA ke sohibku, Hapsari. Eh dia langsung ikut komentar juga di sana.

Kami malah saling tertawa dan membayangkan kalau jadi anak angkatnya artis sajalah, alias jadi babies-nya Billie, vokalis band kesayangan kami. Sungguh pemikiran yang absurd di tengah malam.

Sapa yang Memberi Komentar Baik

Di sisi lain, ada netizen yang setuju dan memberi komentar baik. Saya kasih emoticon love atau tepuk tangan, atau menyapanya di medsos pribadinya. Nambah teman boleh dong dan siapa tahu memang senasib.

Apakah Netizen Kurang Urusan Sehingga Mengatur-Atur Orang Lain?

Setelah mengalami ketiban viral maka daku jadi mikir, mengapa ada saja segelintir netizen yang hobi mengatur orang lain? Lha wong keputusan untuk punya anak berapa adalah hak mutlak dari seseorang. Bukan atas perintah orang lain, bahkan keluarganya sendiri. Kurang kerjaan atau emang hobinya berdebat?



Yang paling parah tuh saat ada netizen yang mengejar alias kasih komentar langsung ke akun medsos pribadiku. Kok ya pas ada foto anakkku dan dia berkomentar kurang lebihnya begini: ”Mbak, kalau anakmu cuma 1 lalu kalau dia RIP gimana?”

HAAAAH?

Auto istighfar karena kok bisa dia berkomentar buruk dan seakan-akan mendoakan buruk? Setelah daku cek, ternyata akun bodong karena tidak ada postingannya (langsung blokir aja daripada mumet). Anak memang bukan milik orang tua karena hanya titipan dari Sang Maha Kuasa, jadi apapun yang terjadi padanya memang diikhlaskan.



Namun bukan berarti berharap anak orang lain mati, dengan pikiran kalau dia punya banyak anak gak akan sedih-sedih amat. Hei! Anak bukan ban serep tetapi manusia yang tak tergantikan.

Belajar dari Tasyi

Sebagai pengguna medsos kiranya kita butuh belajar menghadapi komentar ala Tasyi Athasia. Dia pernah cerita kalau ada netizen yang tiap hari berkomentar buruk dan dia hanya membalas begini: “Mbak, kamu ada masalah apa sampai melampiaskannya ke aku? Semoga masalahmu cepat selesai.”



Tasyi tidak marah tetapi malah mendoakan netizen tersebut. Sungguh mulia.

Moral of This Story

Moral of this story: hei diriku sendiri, jangan kebanyakan scroll medsos kalau nganggur. Lebih baik kau baca novel, menggambar, atau melakukan kegiatan lain yang tidak menghadap gadget. Ingatlah bahwa matamu masih dalam tahap penyembuhan dari infeksi.

Teman-teman pernah dikomentarin negatif?