Senin, 10 November 2025

Review Nohara Hiroshi’s Lunch Style: Series yang Bikin Lapar

 

Siapa yang suka nonton Crayon Shinchan alias Nohara Shinnosuke? Kisah anak bandel yang lucu dan kadang ngeselin. Eits, tapi ini bukan tentang Shinchan tapi kartun spin off tentang ayahnya yakni Nohara Hiroshi.



 

Judul asli         : Nohara Hiroshi Hirumeshi no Ryuugi

Jumlah episode: 12 (season 1) – info dari IMDB

Genre              : kuliner

 

Dikisahkan Nohara Hiroshi adalah karyawan swasta yang suka mencoba makanan baru untuk makan siang. Menunya tak hanya cocok di lidahnya tapi juga di kantongnya (maklum dia masih punya cicilan rumah yang belum lunas).  Nah, apa saja yang dimakan oleh Hiroshi dalam serial ini?



Pertama, Hiroshi mencoba makanan yang cukup populer yakni nasi kari (khas India). Sampai di restoran dia malah bingung karena ada kari ayam, daging, dll dan tingkat kepedasannya juga berbeda-beda. Di dekatnya ada gerombolan cewek yang juga makan dan pesan kari pedas. Sebagai lelaki yang agak sombong, dia beli kari pedas dan malah kepedasan (serta akhirnya sakit perut).

Lupakan tentang tragedi nasi kari karena Hiroshi sudah move on dan kali ini dia mencoba kuliner tradisional Jepang: sushi! Aneka sushi dengan beragam bentuk dan protein bikin bingung, mana yang paling enak? Ternyata yang nikmat adalah salmon belly sushi.

Cewek yang Naksir

Tak hanya makan nasi, Nohara Hiroshi juga suka coba burger. Di restoran burger lucu karena ada karyawati yang diam-diam naksir dia dan salah tingkah. Padahal Hiroshi bersikap biasa aja tapi mbak itu GR berat. Waduuuh!

Mie Soba ala Okinawa



Di serial Nohara Hiroshi’s Lunch Style (yang merupakan adaptasi dari komik), juga diperlihatkan mie soba ala Okinawa. Mie ini terbuat dari gandum jadi teksturnya lebih ‘berat’ sedikit dari mie biasa. Nahh dulu daku pernah makan mie soba seafood lalu shock karena soba ala Okinawa lauknya bebong alias p0rk. Kalau yang muslim dan makan di Jepang kudu hati-hati yaa.

Kesanku Setelah Nonton Nohara Hiroshi’s Lunch Style

Pertama bingung karena Hiroshi di serial ini agak berbeda (rahang bagian bawah kurang kotak) dan baru sadar kalau yang menggambar berbeda. Ya iyaalah karena Yoshito Usui sensei (komikus Shinchan) sudah meninggal dunia. Jadi yang membuat serial ini bukan beliau.



Kemudian daku kaget karena Hiroshi beli makan siang, kirain dia bawa bekal yang dibuat oleh Misae (istrinya), biar hemat gituu. Ternyata lebih memilih buat beli lunch, mungkin sekalian refreshing ya? Lalu dia juga suka coba menu baru dari restoran baru, wajar kalau tidak bawa bekal.

Terus daku juga salah karena mengira Hiroshi sudah 40-an tapi ternyata baru berusia 35 tahun! Masih relatif muda ternyataa dan kurang dijelaskan juga dia di kantor posisinya sudah cukup tinggi atau masih pegawai biasa. Tapi dengan gaji segitu, juga cicilan rumah (yang tidak murah), ternyata masih bisa beli makan siang di luar.

Masukan untuk Pengusaha Kuliner

Dalam serial ini juga ada beberapa masukan untuk pemilik bisnis kuliner. Jadii di buku menu sebaiknya dikasih gambar juga (jangan cuma tulisan), biar pengunjung restoran bisa lebih cepat memutuskan mau makan apa. Lalu karyawan juga harus di-traning biar gak baper dengan pembeli.



Serial Nohara Hiroshi’s Lunch Style cukup menghibur (walau tidak seheboh dan selucu Shinchan). Sampai ada netizen yang bilang kalau serial ini jadi salah satu duta kuliner Jepang. Nahh, kamu suka makanan Jepang, kah?

Kamis, 06 November 2025

Pengalaman 13 Tahun jadi Ibu dari Anak ADHD plus

 

Tanggal 7 November 2012 suamiku membawa mobil dengan sangat hati-hati. Diparkirnya mobil merah pinjaman itu di tempat yang tersedia, lalu pelan-pelan memapahku yang berperut buncit. Pakai ada drama sandal lepas segala dan beliau mengambilkannya. Kami terburu-buru karena….

Berjam-jam sebelum ke Rumah Sakit, rasanya tak tertahankan. Punggung dan perut sakit bersamaan. Kata ibu mertua, itu salah satu tanda mau melahirkan, dan kami pun langsung ke sebuah RSIA di Kota Malang.



Tanggal 8 November 2012 jam 8:15 pagi, lahirlah si boy yang ditunggu-tunggu. Dia diberi nama oleh sang ayah: Muhammad Saladin Al-Ayyubi. Berharap bisa jadi sekuat dan sehebat pahlawan tersebut.

Tahun demi tahun berlalu dan Saladin sekarang sudah tumbuh menjadi remaja yang introvert. Iyaa, di ulang tahun ke-13 ini dia menggemaskan karena kadang mau cerita kadang diam saja. kalau kutanya mengapa? Eh jawabannya: aku introvert.



Sudahlahhh, daripada mumet dan ngomel (sambil bilang bunda capek ngomong sama tembok karena kamu dieem seribu bahasa), akhirnya kucoba memahaminya. Dia, yang dulu bayi kecil chubby, telah berubah jadi remaja yang pendiam. Di ulang tahunnya yang ke-13 akhirnya daku ingin share pengalaman mendidik anak ADHD yang nano-nano rasanya.

13 Tahun yang Seperti Roller Coaster

Saladin waktu lahir seperti bayi pada umumnya, minta digendong, minum ASI, dan ceria. Namun pertumbuhan fisiknya sangat cepat: di usia hampir 2 bulan dia sudah tengkurap. Dia sudah berumur setahun dan bisa jalan sendiri, lanjut lari-lari dan…memanjat.



Dulu daku menganggap tingkah Saladin yang suka menek pagar, jendela, pohon, dll adalah hal yang biasa. Namun ketika dia dibawa ke psikolog, ternyata ADHD dan butuh terapi serta arahan. Karena apaa? Karena dia pernah kabur dari rumah, pernah juga mau lompat dari lantai 2 ke lantai 1 (memangnya spiderman??)

Read: Saladin Kabur dari Rumah

Belajar dari Anak

Alhamdulillah setelah terapi dan stimulasi sendiri di rumah, Saladin relatif anteng. Dia sudah tidak lagi jalan-jalan random, mau masuk kelas, duduk dan tertib. Yang penting waktu pagi energinya dikuras dulu (dengan cara jalan pagi ke sekolah) dan dia masih diet gula dan gluten.

Read: Anak ADHD Diet Gula dan Gluten

Justru saat punya anak ADHD daku jadi belajar banyak hal. Pertama tertib makan (meminimalisir konsumsi gula dan gluten), jadi jarang makan mie instan. Kedua, memang kudu sabar ngajarin anak ADHD yang bisa impulsive dan emosian. Harus diasuh dengan sepenuh hati agar mereka mengerti bahwa tingkahnya bisa bikin nangis.

Menerima Keadaan



Sekarang daku sudah dalam keadaan ‘menerima’ karena punya anak ADHD (yang dikategorikan ABK) sangat challenging. Daku sudah tidak bertanya, mengapa anakku seperti ini? Mengapa dia tidak seperti anak normal? Justru dengan keunikannya dia jadi mudah dikenali.

Ulang Tahun yang Sederhana

Tiap tahun Saladin ingat ulang tahunnya dan kami rayakan dengan sederhana: cukup bikin brownies lalu makan bersama. Yang penting dia paham bahwa milad adalah hari untuk bersyukur. Dia juga mengerti kalau orang tuanya sayang padanya.



Selamat ulang tahun anakku, tumbuhlah jadi remaja yang sehat dan berprestasi. Selama 13 tahun ini daku belajar banyak hal, tentang kesabaran, keikhlasan, dan semangat untuk terus maju. Semoga cita-citamu untuk punya camper van tercapai dan kami bisa traveling bersama-sama.

 

Selasa, 04 November 2025

Enaknya Belajar di PKBM

 

PKBM? Mungkin klean belum paham tentang Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat. Tapi ini adalah istilah baru dari ‘kejar paket’. Jadi Saladin bukan belajar di SMP tapi di sebuah PKBM di Kabupaten Malang, alias ambil kejar paket B.



Lhoo kok paket B? Ya, karena dulu waktu Saladin SD, ijazahnya dari kejar paket A. Dulu di SD Alam (sekolahnya) kerja sama dengan sebuah PKBM jadi ijazahnya paket A. Pikirku, untuk SMP lanjut paket B saja lah, toh sama-sama resmi (diakui oleh pemerintah). Kalau mau lanjut ke SMA negeri atau swasta ya bisa juga.

Kelas Kecil

Jadi apa saja keunggulan belajar di PKBM? Yang paling daku suka adalah dia punya kelas kecil (maksimal 5 murid). Nahh dulu kan kami sempat survey ke PKBM lain, di sana maksimal 7 murid per kelas. Entah kalau di PKBM daerah lain bagaimana.



Tapi justru dengan kelas kecil ini bagus untuk Saladin karena dia bisa lebih fokus. FYI Saladin ini anak ADHD jadi memang agak berbeda dengan yang lain. Dengan teman sekelas hanya beberapa anak dia lebih happy, apalagi keadaan di sana juga tidak berisik.

Tidak Usah Pakai Seragam

Tidak ada seragam di PKBM-nya Saladin karena ini swasta. Jadi yang dia pakai tiap hari senin sampai kamis adalah celana panjang, sepatu, dan kemeja. Baju bebas tapi rapi gituu deh. Tanpa seragam malah enak karena bisa lebih bebas, tidak usah bingung cari sabuk, topi, dll.



Namun menurut keterangan seorang teman, kalau di PKBM negeri muridnya masih pakai seragam. Sebetulnya istilah ini juga kurang tepat. Karena menurut teman lain (yang orang tuanya mengelola PKBM), yang negeri namanya “sanggar belajar”, bukan PKBM.

Read: Pengalaman Mencari SMP untuk Saladin

SPP Terjangkau

Berapa biaya di PKBM? Karena yang mengelola yayasan swasta jadi tergantung kebijakan masing-masing. Kalau di tempat Saladin, SPP 300.000 rupiah per bulan, masih terjangkau untuk ukuran sekolah swasta. Untuk uang kegiatan juga masih masuk budget kami.

Guru-Guru yang Perhatian

Alhamdulillah Allah maha baik dan mempertemukan Saladin dengan PKBM yang punya guru-guru yang perhatian. Mereka sudah biasa meng-handle anak istimewa. Bahkan salah satu guru Saladin pernah mengajari murid lain yang autis, jadi memang beliau lebih sabar dan paham bagaimana cara mendidik anak ABK.

Visi dan Misi yang Sesuai dengan Kami

Memilih sekolah bukan hanya karena fasilitasnya, tapi juga karena punya visi dan misi yang sama. Kalau yang dipakai di PKBM kurikulum nasional. Tapi karena satu yayasan dengan SD Alam di Kota Malang (bukan sekolah Saladin dulu), ada pelajaran bercocok tanam juga.


Menurut salah satu terapis anak istimewa di IG, anak ADHD maupun ABK cocok sekali belajar di sekolah alam. Karena ada sesi grounding dan nature bisa jadi media belajar, sekaligus terapi alami.

Jam Belajar Hanya Setengah Hari 

Sekolahnya Saladin sampai jam berapa? Cuma sampai beduk alias jam 11.30 sudah pulang, dan hanya 4 hari saja. Enak yaa, bentar banget sekolahnya. Tapii tetap dong di rumah juga belajar (daku yang ajarin).



Untuk Saladin yang ADHD dan hipersensitif terhadap suara dan keramaian, sekolah setengah hari sangat menyenangkan. Karena memang dia belum kuat (secara mental) untuk belajar dari pagi sampai sore.

Belajar di PKBM memang asyik dan yang paling bikin lega adalah penerimaan dari para guru. Karena memang tidak semua sekolah dan pendidik paham bagaimana cara meng-handle anak istimewa. Semoga Saladin makin betah sekolahnya dan tidak ada drama.

Minggu, 02 November 2025

Martabak Tahu dan Semangat yang Terbentuk dari Dapur

 

Siapa nih yang suka makan martabak telurr? Renyahnya kulit yang berpadu dengan kelembutan isian, dimakan hangat-hangat sungguh sangat nikmat. Tapi kali ini daku bikin martabak isi tahu, bukan daging sapi atau ayam.

Resep martabak kudapatkan dari internet dan sedikit dimodifikasi (karena ayahnya Saladin kurang suka daun bawang jadi tidak pakai daun bawang). Setelah jadi eh cepat sekali ludes. Bisa diulang lagi nih dengan resep yang sama karena bisa dijadikan lauk atau cemilan yang bikinnya mudah buangett.



Sambil melipat kulit martabak, ingatan terbang ke peristiwa lebih dari belasan tahun lalu. Kala itu daku masih belajar masak dan gurunya sangat perfeksionis, salah posisi pisau dikomentarin. Jika bikin lumpia, martabak, atau makanan lain yang digulung atau dilipat, dan tidak presisi, dimarahin.

Kebiasaan Mencela yang Sangat Buruk

Akhirnya apa yang terjadi saudara-saudaraaa? Daku jadi malas belajar masak. Baru tergerak untuk bisa terampil di dapur itu pas kuliah (karena sudah punya waktu luang saat jeda waktu belajar). Itupun baru sebatas bisa masak nasi goreng, mie goreng, ayam ungkep, dll. Guru masaknya juga ganti dan daku dibebaskan untuk lebih percaya akan kemampuan diri sendiri.



Kebiasaan mencela amat-sangat buruk apalagi jika dilakukan di dapur. Memang modal utama mengajar adalah SABAR dan ketika ada orang yang belum bisa masak, ya jangan malah dimarahi. Saat melipat adonan martabak telur agak penceng ya tidak apa-apa, toh untuk dimakan sendiri, bukan dijual. Lama-lama juga rapi kok bentukannya, dan tidak boleh terlalu perfeksionis.

Jadii daku tuh berusaha keras agar tidak banyak komentar saat Saladin belajar bikin mie instan atau mengupas kentang sendiri (dengan peeler). Jangan sampai gara-gara dicela dia jadi malas untuk mandiri dan ogah masak sendiri. Padahal anak laki-laki kudu bisa masak, minimal bikin telur dadar dan menanak nasi sendiri.

Modifikasi Resep

Dari martabak tahu daku belajar untuk modifikasi resep karena disesuaikan dengan lidah dan selera keluarga, seperti yang tadi kujelaskan kalau tanpa daun bawang karena suami tidak suka. Kalau aslinya pakai bumbu bawang merah dan bawang putih, tapi ganti pakai bawang putih bubuk yang lebih praktis. Lalu tambahkan garam dan kaldu bubuk.



Tahunya direbus dulu, peras (untuk mengurangi kadar air), pas sudah hancur baru diberi bumbu tadi dan sebutir telur. Baru masukkan ke selembar kulit lumpia, rekatkan dengan putih telur (atau campuran air dan tepung terigu). Goreng hingga matang dan selamat menikmati, hati-hati panasss!



Jadi ingat beberapa waktu lalu saat bikin nasi goreng ikan asap. Resep aslinya pakai saus tiram tapi akhirnya ku-skip karena rasa ikan asap sudah dominan, sehingga tidak usah saus tiram. Kita tidak usah melihat resep bulat-bulat karena bisa dimodifikasi sesuka hati, karena dapur adalah tempat untuk berkreasi.

Dapur yang Mengajariku untuk Tidak Menyerah

Dari cara pembuatan martabak tahu yang cukup sederhana, daku belajar untuk tidak menyerah. Dulu pernah gagal bikin martabak karena nekat bikin kulit sendiri (dari terigu) dan ternyata lebih mudah kalau pakai kulit lumpia atau kulit pangsit. Practice makes perfect jadi jangan takut untuk terus berani mencoba, tak hanya di dapur tapi di manapun.



Terima kasih martabak tahu dan dapur yang telah memberi pelajaran hidup. Manusia terus berkembang menjadi pribadi yang jauuuh lebih baik. Jangan mutung saat masakan gagal karena bisa dicoba lagi di lain waktu, atau kalau capek ya beli saja, wwkwkwk.

 

Sabtu, 01 November 2025

Anak yang Terlalu Pintar Bahasa Malah Bikin Pusing

 

Siapa yang tidak bangga jika punya anak pintarr? Saladin (12 tahun) belum pernah kutes IQ tapi sudah ada 2 guru yang menduganya sebagai anak cerdas istimewa. Pasalnya, dia sudah bisa bahasa inggris (writing, reading, and speaking). Dia juga hafal huruf Hangeul Korea, Yunani, Urdu (Pakistan), Rusia, dan tentu saja hijaiyah (Arabic). Padahal modal belajarnya dari YT.



Tapi suatu hari bu guru Saladin memanggil. Beliau cerita kalau Saladin menulis di buku tapi bingung, huruf apa? Korea bukan, arab bukan. Ternyata Saladin bikin abjad sendiri! Oalah, bocahhhh!

Di satu sisi daku bangga karena Saladin sudah hampir jadi polyglot. Tapi di sisi lain juga pusing karena dia masih seenaknya sendiri dalam menulis. Saking antusiasnya pada huruf sampai lupa bahwa hampir semua orang di sekitarnya baru bisa 2 macam abjad (alphabet dan hijaiyah).



Pernah tuh dia protes mengapa ada tamu yang tidak bicara dalam bahasa inggris? Astagaa, mengapa bocah bisa berpikiran seperti itu? Kujelaskan kalau tidak semua orang Indonesia bisa speaking, atau bahasa inggrisnya masih pas-pasan.

Mengendalikan Kemampuan

Benar-benar deh Saladin menguji kesabaran dengan kepintaran berbahasa yang jauh melebihi anak lain. Sampai tiap hari kubilangin, kalau di sekolah pakai abjad biasa (huruf latin). Jangan pakai huruf lain karena ibu dan bapak guru (serta teman-temannya di PKBM) tidak paham.



Saladin bagaikan avatar pengendali api yang harus diajari untuk mengendalikan kemampuan supernya. Jangan sampai kelebihannya jadi boomerang dan membuatnya kerepotan sendiri. Misalnya pas lagi ujian malah menjawab dengan abjad lain (korea) dan saat yang memeriksa guru di luar PKBM, mereka jadi kebingungan.

Read: Anak Pintar Bikin Pusing

Menulis Huruf pada Tempatnya

Selain menyuruh Saladin untuk memakai abjad biasa (alphabet) di sekolah, daku juga memintanya untuk menulis huruf pada tempatnya. Alias boleh bikin tulisan dan belajar aksara dari negara lain tapi saat sesi belajar di rumah, bukan di PKBM. Soalnya kadang ada jam bebas pelajaran dan dia diperbolehkan untuk pinjam PC, jadi kalau di sana buka web edukasi saja, bukan yang tentang huruf.

Mengimbanginya

Hal lain yang bikin pusing adalah daku diminta untuk hafal huruf-huruf asing juga. Jadi sekarang belajar keras untuk menghafal huruf cirrylic (rusia). Kalau huruf yunani kan sudah biasa diajarkan di pelajaran fisika (beta, gamma, phi dan lain-lain) jadi sudah cukup familiar.



Memang jadi manusia harus belajar sepanjang hayat dan berkat Saladin daku jadi belajar bahasa dan aksara asing. Memiliki anak cerdas istimewa adalah anugerah sekaligus tantangan. Semoga Saladin makin bisa menempatkan diri, dan daku juga bisa makin memahaminya.