Sabtu, 18 September 2021

Review Buku Boy: Tales of Childhood, Kisah Masa Kecil Roald Dahl

 Judul: Boy: Tales of Childhood

Penulis: Roald Dahl

Penerjemah: Poppy Damayanti

Penerbit: Gramedia

Tahun: 2002

Tebal: 226 halaman

Siapa tak kenal Roald Dahl? Ia populer berkat buku-bukunya: Charlie and the Chocolate Factory, Matilda, dll. Nah kali ini Mr.Dahl menulis sendiri biografinya. Ralat, semi auto biografi, karena yang dikisahkan hanya saat beliau lahir sampai berusia 20 tahunan.

Roald Dahl adalah keturunan Norwegia yang tinggal di Inggris, karena sang ayah berbisnis di sana. Sang ayah hanya bertangan 1, karena malpraktek saat operasi pasca kecelakaan. Ayah adalah hero baginya, karena memberi kecukupan harta dan mencontohkan untuk menikmati keindahan alam dan seni rupa.



 Sayangnya ketika Roald Dahl masih kecil, sang ayah meninggal dunia. Sang ibu lalu memutuskan untuk pindah ke rumah yang lebih kecil, agar lebih hemat. Tidak disebutkan ibunya bekerja sebagai apa, karena keluarga mereka masih sanggup menggaji nanny.

 Roald Dahl adalah anak yang serba penasaran. Saat SD, ia punya geng, terdiri dari Roald Dahl, Twhaites, dan 2 teman lain. Twhaites adalah anak seorang dokter, jadi ia sering sok tahu dan memamerkan pengetahuan yang didapatkan dari ayahnya. Padahal itu bohong.

 Misalnya tentang permen. Ayah Twhaites bercerita bahwa bahan-bahan permen adalah tikus yang direbus lalu dilunakkan. Namun Roald Dahl dan konco-konconya tetap saja hobi membeli permen, setelah mendengar cerita itu.

 


Gengnya Roald Dahl selalu membeli permen di toko milik Mrs. Pratchett. Tokonya cukup lengkap, berisi berbagai permen mulai dari yang serbuk, permen gulung, hingga yang keras. (Sepertinya ide cerita beberapa bab buku Charlie and The Chocolate Factory didapatkan dari sini).

 Sayangnya Mrs. Pratchett sangat jorok. Kukunya hitam, celemeknya kotor. Ia mengambil permen di stoples dengan tangan, tanpa bantuan sendok atau melapisi jemarinya dengan sarung tangan.

 Roald Dahl punya ide saat menemukan tikus mati. Tikus itu akan dimasukkan ke dalam stoples milik Mrs. Pratchett. Berhasil! Namun esok harinya, stoples itu pecah dan toko permen ditutup.

 


Mrs. Pratchett tidak terima lalu datang ke sekolahnya Roald Dahl. Setelah ia menemukan 4 anggota geng pembuat onar, kepala sekolah (Mr. Coombes) marah, lalu memukul mereka dengan tongkat. Tanpa ampun.

 Mrs. Dahl tidak terima saat tahu anak kesayangannya dihukum dengan kekerasan. Ia lalu memindahkan Roald kecil ke sekolah berasrama. Sayangnya di sana Roald Dahl tidak betah lalu pura-pura sakit, dan diberi izin oleh dokter. Sang dokter tahu ia berbohong lalu si boy (panggilan Roald Dahl) berjanji untuk tidak mengulanginya.

Saat di sekolah berasrama ini, lagi-lagi Roald Dahl berhadapan dengan kepala sekolah yang kejam. Ditambah lagi dengan Matron yang super galak. Saat ada teman Roald Dahl yang ngorok, mulutnya malah dimasuki potongan sabun! BTW, Matron adalah wanita yang mengurusi kesehatan murid dan rumah tangga sekolah.

 


Saat sekolah di SD-SMP-SMA, Dahl selalu mendapat perlakuan keras dari guru, kepala sekolah, matron, dll. Tak heran kalau di dalam buku-bukunya, selalu digambarkan bahwa orang dewasa itu kejam. Didikan zaman dulu memang seperti itu ya? Sangat kaku.

 Walau menerima kekerasan dari guru dan kakak kelasnya, Roald Dahl tetap semangat. Hiburannya adalah berlibur bersama keluarga besarnya ke Norwegia, dan bertemu kakek dan neneknya. Mereka menikmati ikan rebus dan es krim super lezat, lalu naik perahu mengelilingi pulau-pulau kecil.

 


Momen manis selanjutnya adalah saat ada cokelat gratis yang dibagikan oleh pabrik Cadbury. Murid-murid diminta untuk memberi masukan pada produk terbaru itu. Roald Dahl jadi berkhayal, bagaimana rasanya punya pabrik cokelat sendiri? Jadilah buku Charlie and the Chocolate Factory yang fenomenal.

 Buku ini cukup bagus untuk bacaan ringan. Saya jadi paham mengapa ada orang dewasa yang keras, kaku, dll. Ternyata bisa jadi dari didikan keluarganya yang seperti itu. Kalau ada anak yang menyukai keindahan dan fotografi (seperti Roald Dahl), itu karena dikenalkan  oleh sang ayah tentang kesenian. Bahkan sejak ia masih dalam kandungan.

 Sayangnya di sini hanya ada cerita sampai Roald Dahl lulus sekolah setingkat SMA, lalu melamar kerja di pabrik bahan bakar. Padahal saya berharap ada cerita saat ia menulis buku-bukunya. Yah, daripada kecewa, lebih baik nonton ulang film Matilda saja.

25 komentar:

  1. Wah aku suka banget film Charlie and The Chocolate Factory dan Mathilda, ternyata ini penulis bukunya, Roald Dahl.
    Pantesan ya ide film ini istimewa ternyata berdasar pada eangalaman masa kecil sang penulis bukunya. Aku belum baca bukunya sih, hanya nonton film, tapi luar biasa memang.
    Kalau ini diceritakan dari kecil sampai dia SMA, apa mungkin ada buku seri keduanya ya?

    BalasHapus
  2. Aku udah baca beberapa buku karya Roald Dahl. Yang paling bikin aku mangap, mencelos, dan sampai lama kepikiran adalah Matilda. Setdah, itu kepala sekolahnya kejam banget! Masya Allah, ternyata masa kecil Roald Dahl di sekolah memang begitu ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, jadi memang ada kepsek yang suka membully seperti di novel-novelnya.

      Hapus
  3. Wah sayang banget ya, ceritanya cuma sampe SMA saja. Padahal aku penasran bagaimana dia berdamai dengan masa kecil yang penuh kekerasan dan melampiaskannya pada buku nih.. aku udah nyari di gramedia digital bukunya tapi nggak ada nih, hiks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh gak ada ya, saya bacanya buku fisik sih Mbak.

      Hapus
  4. Waahhh ternyata begitu ya kehidupan Roahd Dahl. Saya langsung teringat film The BFG yang juga hadir dari imajinasi beliau tentang monstrer besar yang sebenarnya sayang pada anak anak namun dimusuhi oleh para orang dewasa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Kak. Wah jadi ikut penasaran ama film The BGF.

      Hapus
  5. Waduuuh, keras juga masa kecilnya. Lumayan keras dan jail nian pas ngasih tikus ke toko permen itu. hahahaa ...etapiiii sekolahnya, kedua-duanya, ya sama-sama keras ya.... Dokternya baik dan mau mengerti mungkin sebab paham bahwa perlakuan di sekolah memang tak mengenakkan.

    BalasHapus
  6. Dari catatan ini ada pelajaran besar untuk menjadi ayah

    BalasHapus
  7. Baru tau ternyata Charlie and The Chocolate Factory penulisnya Ronald Dahl. Kayanya aku harus eksplor berbagai buku lainnya karya beliau. Serunya ini cerita tentang anak dan ayah melekat banget

    BalasHapus
  8. Udah lama ga baca buku kyk gini. Kyknya terakhir baca buku kyk gini pas SMA deh. Mengingatkan sama momen2 masa kecil yg indah.

    BalasHapus
  9. saya sama sekali nggak mengenal penulisnya, tapi sepertinya buku diatas menarik untuk dibaca. apakah tersedia di toko buku seperti gramedia?

    BalasHapus
  10. buku jadul yang masih mampu mengikuti zaman modernisasi, meski saya pun kurang begitu kenal dengan penulisnya tapi menurutku bener-bener worth it isinya,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nonton filmnya aja hehehe. Carlie and The Chocolate Factory dan Matilda.

      Hapus
  11. Iya nih, malah sebenarnya penasaran loh bagaimana perjalanan Roald Dahl menjadi penulis. Tapi tetap asyik nih dinikmati perjalanan hidupnya dari kecil hingga usia 20an.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mbak, penasaran gimana sih ritual menulis ala Roald Dahl.

      Hapus
  12. Tahu nggak sih dulu aku kira Road Dahl ini cewek alias ibu-ibu lho. Tapi setelah tahu orangnya, takjub lagi karena tulisannya yg khas sedikit dark. Penasaran juga ya dengan kehidupan masa kecilnya. Thx for the review, mbak.

    BalasHapus
  13. Matron nya kejam amat, anak ngorok malah diksh sabun :(... Pantes memang cerita2 dahl kadang menggambarkan orang dewasanya ga kita2 sadisnya :p. Ternyata pengalaman sendiri. Tapi memang beda orang zaman dulu Ama skr. Guruku juga kalo marah ada yg lempar kursi, kalo skr mah, bisa dilaporin guru begitu 😅.

    BalasHapus