Selasa, 14 Februari 2023

Ketika Si Cerewet dan Hobi Tampil Ini Jadi Penulis, Bisakah?

 

Mataku terpaku menatap layar laptop. Rasanya ada ribuan ide yang bersarang di kepala, siap untuk ditumpahkan dan jadi artikel, review buku, dan review film. Namun menit-menit berlalu, tak ada satu pun huruf yang keluar dari tuts-tuts keyboard.

Mengapa jadi seperti ini?

Padahal sejak SD daku tuh sudah bercita-cita jadi penulis karena seru banget. Bisa menyalurkan imajinasi dan pemikiran seaneh apapun. Namun ketika sudah ada fasilitas berupa gawai dan modem serta waktu yang luang (karena Saladin anakku sekolah sampai jam 12 siang), kok malah mandeg gini?

Si Paling Tampil di Depan Umum

Flashback ke kejadian beberapa tahun lalu, masa sebelum pandemi. Sebenarnya daku tuh suka bicara di depan umum dan sempat jadi ketua salah satu English Club di Malang. Sebagai orang audio rasanya tuh senang banget untuk cuap-cuap di depan publik. Rasanya enggak grogi sama sekali karena memang daku tipe ekstrovert yang suka kenal dengan banyak orang.


 

Fase tampil di depan banyak orang sangat dinikmati, seperti saat jadi pembicara di sebuah perpustakaan di Malang. Enggak sendirian sih tapi dengan beberapa penulis lain. Kala itu kami baru saja launching antologi dan mengadakan gathering untuk memperkenalkan buku tersebut.


 

Saat di depan mic kata-kata yang keluar tuh meluncur begitu saja, emang orangnya setengah narsis dan hobinya ngomong, wkwkk. Kapan lagi dapat kesempatan untuk pegang mic? Rasanya senang dan kala itu heboh banget karena daku bicara di depan publik sambil gendong Saladin yang masih balita.

Menulis dan Berbicara, Beriringan atau Bermusuhan?

Ketika daku suka bicara maka ketika menulis rasanya kok ngeri-ngeri sedap? Padahal menulis tuh bukan hanya mengejar cuan dan royalti buku. Daku belajar dari salah satu blogger kece bahwa salah satu tujuannya menulis di blog adalah untuk dibaca dirinya sendiri di masa depan alias jadi buku harian online, gituu.


 

Lalu gimana caraku untuk memotivasi diri sendiri dalam menulis? Memang sih saat nulis yang bekerja adalah jari-jemari yang dengan lincah memencet tuts lalu membangun kata-kata indah atau yang penuh makna, atau curhatan. Otomatis mulutnya diam dan bagiku ini adalah sebuah siksaan karena rata-rata wanita sanguine ekstrovert pasti hobi ngomong.

Mengatasi Kebuntuan Menulis dengan Berbicara

Lantas daku menemukan cara jitu: bicara dulu baru menulis. Maksudnya gini, daripada manyun karena disuruh diam ketika ngetik, mengapa tidak merekam suaraku sendiri? Anggap saja sedang pidato atau kasih materi di depan banyak orang dan dituangkan dalam sebuah artikel.

Untuk merekam juga mudah banget. Jika awalnya daku masih pakai tape recorder kecil dengan kaset pita. Namun sekarang sudah bisa pakai HP. Rekam saja suaranya lalu ditulis di laptop, dan lanjut tahap editing.

Alhamdulillah sekarang juga sudah ada aplikasi yang membantu untuk mengubah suara menjadi teks, jadi lebih mudah dan cepat prosesnya. Setelah ditulis wajib  baca ulang agar tidak ada typo dan saat sudah yakin dengan isinya, baru diunggah ke blog.

                                                  Daku yang hobi tampil sekaligus menulis.
 

Menulis dan berbicara di depan umum bisa berjalan beriringan dan makasih buat orang yang menciptakan teknologi bernama speech to text, karena sangat bermanfaat buat orang-orang audio sepertiku yang ingin menulis sekaligus bicara. Bagi kalian yang mempunyai masalah yang sama coba deh pakai caraku. Menulis itu menyenangkan karena mengurangi rasa negatif di dada, menuangkan ide-ide, dan mencatatkan sejarahmu sendiri.

Menulis adalah bekerja untuk keabadian. – Pramoedya Ananta Toer

Tulisan ini disertakan dalam lomba blog Gandjel Rel 8 tahun.

24 komentar:

  1. mbois teruslah menulis dan bahagia, tabik.

    BalasHapus
  2. Aku malah kagok Mbak pakai speech to text buat nulis blog. Soalnya ternyata pas di depan mic, kata-kata yang keluar tiba-tiba hilang tersapu angin. Wkwkk..
    Aku kayaknya tipikal yang lebih suka pencet-pencet keyboard langsung, jadinya speech to text cuma aku pakai saat BW aja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah saya malah belum pernah BW pakai speech to text, makasih ya entar dicoba deh.

      Hapus
  3. Wah keren mbaa... Kebalikan denganku ya. Aku hobi nulis tapi mau nggak mau harus bisa bicara di depan umum pada saat2 tertentu. Dan ternyata kedua ketrampilan itu justru bisa saling menunjang ya mbaa ..

    BalasHapus
  4. Ahh dirimu keren sih mba, kebalikan dengan aku yang galau ketika diminta berbagi pengalaman tentang menulis. Pengen ngumpet, kalo bisa nolak aja gitu, nyari alasan apa lah nanti, hahahaa.

    Aku pilih nulis aja lah, enak karena nggak ketemu orang. Ya Allah akutu introvert, ketemu suami agak berkurang dikit, mulai belajar berani ngomong. Padahal jaman jadi mahasiswa ya berani loh ngomong di depan mahasiswa lainnya dan juga dosen. Eh begitu nikah kok makin jadi kayak kura-kura, ngumpet di rumah aja begitu abis pulang kerja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Suamiku juga introvert mbak dan emang kalo mereka (introvert) habis keluar rumah kudu menenangkan diri dengan menyendiri ya?

      Hapus
  5. Iya banget mbak. Aku menerapkan voice record untuk blog mungkin pertengahan tahun lalu. Jadi gampang jadi tulisan blognya. Aku sendiri padahal masih belajar public speaking, hehe

    BalasHapus
  6. Wah keren mbak
    Meski jago tampil di depan umum, bisa piawai menulis juga
    Ini klo dikombinasikan bisa jadi trainer kepenulisan, mbak
    Haha

    BalasHapus
  7. kalo saya, lebih suka menulis dibanding tampil depan umum. mengapa demikian? karena saya penderita demam panggung akut. saya akan gemetar ketakutan bila disuruh berbicara depan umum, huhuhu

    BalasHapus
  8. Ajarin aku gimana gak grogian kalau ngomong di depan umum, Mbak. Asli, pengen banget bisa ngomong lancar di depan umum dengan PD.

    Btw, masalah kalau mau menulis saman nih. Ide udah numpuk di kepala tapi gak muncul buat diketik.

    BalasHapus
  9. Aku rasa menulis dan berbicara di depan umum bisa jalan secara beriringan. Bahkan keduanya bisa saling mendukung lainnya.
    Keduanya juga bisa dilatih dari sebuah kebiasaan. Apalagi kalau kita sudah suka dengan kedua hal itu. Kemungkinan bakal lebih cepat belajar

    BalasHapus
  10. Ternyata ada juga ya... blogger yang ekstrovert, hehehe...pastinya ada.
    Dan selain jago tampil di depan umum, juga jago menulis itu keren sekali, kak Avi.
    Rasanya ingin menyerap kemampuan kak Avi di bagian cas cis cus ngomong pake bahasa inggris di depan audience.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkwkwk ada Teh, tapi mungkin lebih banyak yg introvert.

      Hapus
  11. Wah cerdas nih hahaah direkam dulu terus ditulis. Jurus jitu buat si cerewet menuangkan ide ya mbak.

    Aku jadi pengen meniru caranya. Btw keren jadi ketua english club uey

    Jadi pengen nih

    BalasHapus
  12. terus semangat untuk menciptakan tulisan yang indah ya kak :D

    BalasHapus