Bosan!
Alamanda menutup lagi
tudung saji. Jam sudah menunjukkan pukul 1 siang tapi dia kehilangan selera
makan. Lagi-lagi sang ibu memasak ikan goreng. Heran, mengapa beliau seakan
terobsesi dengan seafood? Lauknya
kalau tidak ikan ya kerang atau udang.
Dengan langkah gontai
Alamanda berjalan ke ujung gang. Untung di sana ada warung bakso Pak Man yang
terkenal seantero kampung. Semangkok bakso langsung dia habiskan, tak lupa
sebotol teh dingin yang baru keluar dari kulkas.
Sore harinya, Bu Farida
hanya geleng-geleng kepala melihat lauk di meja makan masih utuh. Berarti Alamanda,
putri sulungnya, lagi-lagi jajan di luar. Padahal usianya sudah 20 tahun, bukan
lagi anak kecil yang ngambek lalu dibujuk dengan makan di restoran.
***
Kebiasaan buruk
Alamanda berlanjut ketika dia sudah menikah. Ketika Bu Farida mengirimkan
sepanci opor ke kontrakannya, dia hanya mau memakannya sedikit. Keesokan harinya
masih banyak paha dan sayap ayam yang berenang di lautan santan. Hasan, suami
Alamanda, yang rajin mengecek kondisi opor dan memasukkannya ke dalam kulkas
agar tidak mudah basi.
“Mas Hasan, sebagian
ayam di panci dikasihkan ke kucing saja ya?” bujuk Alamanda. Rasanya dia sudah
bosan sekali masak opor walau masih di awal bulan Syawal.
Hasan geleng-geleng
kepala. Dia paham bahwa istrinya dulu adalah gadis manja. Alih-alih marah, pria
itu membujuk Alamanda untuk duduk di kursi ruang tamu. Pagi ini Hasan-lah yang
menjad chef, mengubah opor menjadi ayam goreng dan nasi goreng. Pasti Alamanda
senang.
***
Setelah pandemi,
keluarga Hasan dan Alamanda masih tinggal di rumah kontrakan. Bedanya, jika
dulu Hasan keluar rumah untuk mengajar, sekarang dia pergi untuk mencari
pekerjaan. Ketika ada lay-off massal,
pria itu tetap bertanggung jawab untuk keluarga kecilnya dan tak malu untuk
bekerja kasar, bahkan jadi tukang batu pun dia mau.
Sementara Alamanda
terpekur di depan kulkas. Hanya ada es batu, jeruk nipis, cabe, dan kubis. Tiada
lagi ayam, telur, atau bahan mentah yang bergizi. Sekarang keadaan tak lagi
sama. Apa lagi yang harus dia masak ketika suaminya jobless, sementara dia juga tidak bekerja?
Alamanda membuka
stoples, Alhamdulillah masih ada setengah bungkus tepung bumbu serba guna. Setelah
itu kubis dicincang dan dicuci bersih. Setidaknya siang ini dia dan Nanda masih
bisa makan bakwan goreng isi sayur. Anaknya tidak mengeluh dan mau saja makan
bakwan meski tanpa udang.
Setelah selesai
menggoreng bakwan, Alamanda mengatur meja. Tak terasa air mata menetes. Dia merindukan
harum aroma ikan goreng buatan ibunya. Betapa dulu dia tidak bersyukur dan
mengeluh bosan, padahal beliau sudah memasak dengan penuh kasih-sayang.
Ketika Hasan jobless maka menjadi titik balik bagi
Alamanda. Titik balik untuk menjadi pribadi yang mudah bersyukur. Sepiring nasi
dan sepotong lauk menjadi istimewa ketika dimakan dalam keadaan lapar. Jangan mudah
mengeluh apalagi mencela makanan.
“Assalamualaikum!”
Alamanda segera membuka
pintu. Ada Noor, adiknya, sedang membawa rantang berisi ikan dan lauk-lauk lain. Sementara di
tangan kiri dia membawa kresek ukuran besar. Dilihatnya tulisan di kresek, “bakery”.
Alhamdulillah, ada rezeki dari adik tersayang, sehingga hari ini dan besok dia
bisa makan enak. Tuhan maha baik, ketika manusia bersyukur maka kenikmatannya
akan ditambah.
Ternyata keadaan atau kesulitan hidup bisa memaksa seseorang untuk bersyukur ya Mbak.
BalasHapusSaya suka membaca cerita ini Mbak.
Salam,
Yuni Bint Saniro: ketika kita bersyukur. Maka, nikmat yang kita dapatkan akan bertambah. Alhamdulillah ala kulli hal. Terima kasih Tuhan
BalasHapusAkan selalu ada hikmah dari setiap kejadian, bahkan momen terpahit pun dibaliknya pasti ada kejutan letupan-letupan yang akan membuat kita bersyukur akan arti hidup
BalasHapus