Minggu, 23 Juli 2023

Jangan Sampai Frugal Living Bikin Anakmu Stunting

 

Frugal living?

Akhir-akhir ini frugal living lagi viral ya. Katanya sih orang yang menerapkan frugal living tuh hemat banget sampai bisa nabung buat beli mobil cash, bisa beli rumah, dll. Mereka bela-belain hemat dengan cara jarang ngopi, bawa bekal, jalan kaki, biar tabungannya segunung.


 

Daku tahu sebenarnya frugal living berfungsi bagus biar kita tidak boros. Tahu sendiri sekarang banyak banget godaan untuk kebawa gaya hidup mewah tapi sayangnya tidak sesuai kantong. 


 

Misalnya jadi member pusat kebugaran tapi jarang olahraga di sana, langganan aplikasi tapi gak pernah dipakai, beli tas branded hanya karena FOMO (fear of missing out), dll.

Frugal Living Tidak untuk Semua Orang

Akan tetapi frugal living tuh sebenarnya gak bisa dipraktekkan di semua keluarga lho. Tergantung juga dari jumlah anak dan lokasi rumahnya. Misalnya harga ayam di Malang masih Rp35.000, tapi di Surabaya (daku tahu karena temen cerita) udah Rp40.000 sekilo. Mana bisa hemat kalau emang harganya mencekik?


 

Contoh lain adalah ketika gaji suami 4 juta rupiah. Terlihat besar ya? Tapi ternyata malah pas-pasan karena anaknya ada yang ABK sehingga butuh biaya terapi, bayar guru shadow, dll. Biaya-biaya ini tidak bisa dihilangin gitu aja karena menyangkut masa depan anak.

Frugal Living yang Ekstrim Bikin Anak Stunting

Yang paling daku takutkan dari tren frugal living adalah penghematan yang keterlaluan dan jadinya pelit. Ampuun kalo udah ketemu orang pelit itu, umpamanya sengsara dunia akhirat.

Mentang-mentang praktekkan frugal living jadi pelit banget ke anak dan anggota keluarga lain. Misalnya nih, harga minyak goreng masih belum turun juga. Harga telur juga sama, tinggi tinggi sekali. Akhirnya sarapan yang biasanya pakai menu nasi goreng ceplok diganti dengan nasi bertabur garam. Itupun garam kotakan, bukan garam kemasan yang beryodium.


 

Karena menganut frugal living, biaya beli susu dihilangkan sama sekali. Memang sih kalsium juga ada di brokoli dan keju, tapi harganya juga lumayan (jika dipandang dari kacamata ibu yang masuk golongan menengah ke bawah).

Akibatnya apa? Anak jadi stunting dan kurang gizi karena kurang asupan protein, kalsium, dan nutrisi lain. Stunting itu bahaya banget, bukan hanya karena bikin tinggi badan anak jadi di bawah standar, tetapi juga karena berpengaruh bagi kecerdasan anak.


 

Memang kalau sudah punya anak rasanya pengeluaran berkali-kali lipat, terutama untuk pemenuhan gizinya. IMHO, masalah dapur tidak bisa difrugal livingkan sama sekali karena malah bikin sengsara ke depan.

Ayo, please deh, bagi yang berprinsip frugal living kudu lihat situasi dan jangan dimakan mentah-mentah teorinya. Klean mau punya kalung emas setumpuk yang dibeli dari hasil tabungan, tapi anaknya nangis karena badannya pendek (dan ia gagal masuk ke pekerjaan tertentu yang mensyaratkan minimal tinggi badan). Atau punya properti banyak tapi terancam stunting.


 

Ingat yaa, frugal living tidak untuk semua orang, terutama yang masih punya bayi dan balita. Jangan berkedok frugal living tapi emang aslinya pelit bin medit sampai bikin sengsara keluarga.

Daku gak bermaksud nakut-nakutin, tapi sudah banyak ketemu orang yang macam ini lah, dan kalau mau baca tentang bahaya stunting silakan cari sumber lain yang lebih capable (karena daku bukan tenaga kesehatan).

22 komentar:

  1. Setujuuuuuu BANGETTTT ❤️❤️❤️❤️. Aku termasuk ga bisa hidup frugal living gitu. Yg ada malah aku berfikir gimana caranya nambah income kalo yg skr ga cukup. Bukannya malah hemat 😄. Apalagi udh berkeluarga, udh ada anak, ga usahlaah.

    Beda cerita kalo masih single..terserah deh mau hidup begitu. Tapi apa ga stress yaa? Aku mah milih menikmati hidup drpd hemat kelewatan 🤣

    BalasHapus
  2. Yup sering banget, ngliat itu sosmed tentang perjuangan membeli ini itu dalam waktu singkat setelah menyisihkan pendapatnya dengan nominal dan durasi tertentu...
    Frugal living ini kayak semi-semi ngajak "yuk susah dulu bahagia ntaran" meskipun didukung pepatah yang sering sliweran di kuping "bersusah-susah dahulu bahagia kemudian." Menurutku kalau saat ini gak bahagia gimana dikemudian hari bisa menjamin hidup kita bahagia, yang ada kepikiran.

    Padahal kebutuhan kadang naik turun, ikut seneng kalau ada yang bisa menerapkan frugal living dengan income yang besar dan bisa mengcover segala kebutuhan, tapi buat aku yang sudah berumah tangga hal tu tidak bisa dilakukan secara menerus. Mungkin iya ada tabungan tapi tidak "ngoyo" harus selalu nabung dengan ritme yang ditentukan, yang ada saat mengalami masa krisis dan butuh dana darurat malah kelabakan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Susah2 dahulu kalo umurnya gak panjang lalu barang2nya dipake orang lain gimana? Nyesekkk.

      Hapus
  3. Di pelajaran PMP waktu aku masih kecil, diajarin bahwa kita itu mestinya hidup sewajarnya. Tidak menghambur-hamburkan uang, tetapi juga berupaya memenuhi kebutuhan hidup sewajar mungkin.

    Persoalannya dulu juga nggak ada yang ngajarin bahwa kebutuhan hidup tiap orang itu sebetulnya ada tingkatannya, dan tingkatannya setiap orang itu beda-beda. Ada yang nampak medit karrna memang kebutuhan dia baru sebatas menyambung nyawa (misalnya makan pakai nasi dan garam doang), bukan di level menata masa depan (misalnya makan nasi dan susu).

    BalasHapus
  4. Wah iya, hemat boleh sewajarnya
    Anak butuh kebutuhan gizi seimbang agar tidak stunting ya mbak

    BalasHapus
  5. Wahhh kalau dikeluarga saya diajarkan sejak kecil, kalau ingin sesuatu buat sendiri. Walaupun memang mengharuskan beli, belilah yang ori dan asli, agar bisa tahan lama dan bisa digunakan turun temurun ke anak-anaknya. Saya termasuk menggunakan barang-barang yang pernah digunakan oleh orang tua saya jaman dulu, seperti HP, alat-alat olahraga, kebutuhan makan, dsb. Bahkan hampir didalam rumah mulai dari perabotan hingga isinya hasil karya tangan kreatif bapa saya.. Luar biasa emang, terlihat mewah tp tidak modal apa-apa..

    BalasHapus
  6. bener banget kak kalau udah punya anak pengeluaran buanyak banget deh termasuk utk pemenuhan gizinya

    BalasHapus
  7. Kalau aku malah melihatnya ke sini-sini tuh banyak yang salah paham atau salah kaprah tentang frugal living. Mereka menganggap frugal living itu hidup seirit mungkin demi tujuan tertentu. Makin irit, makin pelit, makin bangga.

    Padahal, pada dasarnya frugal living itu bisa mengelola keuangan berdasarkan prioritas, tahu mana yang bener-bener kebutuhan dan mana yang cuma kepengen dan cuma FOMO.

    BalasHapus
  8. duhh amit amit deh, gegera ngikutin tren Frugal Living malah jadi masalah buat anak. Gizi dan kesehatan anak sesuatu yang ngga bisa ditawar karena penting bagi kehidupan masa depan mereka dong. jangan sampe kita lengah

    BalasHapus
  9. Saya bahkan baru tahu istilah frugal living ini, Mbak. Padahal selalu lihat orang melakukan penghematan demi membeli keinginan.
    Dan setuju, frugal living tidak bisa diterapkan di semua keluarga. Bahkan bagi yang belum berkeluarga. jangan sampai mengorbankan kesehatan. Alih-alih mau hemat, malah tabungan buat biaya rumah sakit.

    BalasHapus
  10. Saya tuh suka keki sama orang yang sok-sokan frugal living tapi mengorbankan keluarga. Di sini ada soalnya. Suaminya punya banyak properti, tapi istrinya ngutang sana sini buat biaya makan.

    BalasHapus
  11. Kalau aku cerna sih, Frugal Living bisa diterapkan pada orang-orang yang masih single sih mbak. Soalnya kalau masih sendiri kan biaya2 ditentukan diri sendiri tapi kalau udah punya anak ya kasihan kalau hemat2 sampai anak gak kebagian nutrisi

    BalasHapus
  12. Setuju banget kak.
    Hemat sih boleh, tapi jangan malah mengorbankan keluarga, yang harusnya bisa terpenuhi nutrisinya lewat asupan makanan, eh karena ceritanya irit malah jadi ambyar deh.

    BalasHapus
  13. Kadang saya masih ambigu engan konsep frugal living ini, kalau balik kedasarnya tidak boros sepakat saja, asal jangan sampai menghematnya menyusahkan diri sendiri apalagi sampai berpengaruh buruk pada kesehatan anak

    BalasHapus
  14. Jadi, frugal living itu memang hanya untuk orang² tertentu yah, Bund. Boleh sih diikuti, cuma ya balik lagi sama kemampuan masing², jangan malah ngorbanin kesehatan keluarga. Apalagi, anak² masih butuh asupan nutrisi buat tumbuh kembangnya.

    BalasHapus
  15. Kalau dah ngobrolin lifestyle ) gaya hidup siapa yang tidak tergiur. Produk baru dunia fashion, kuliner baru, dls. Semua pasti tergoda, tertarik untuk mwmbelinya, namun harus paham dan memahami kemampuan diri dan situasi di masyarakat sekitar kita

    BalasHapus
  16. aku nggak bisa frugal living harga ayam disini 60 rb, harga telor 54 ribu kupaksain yang ada stress

    BalasHapus
  17. jadi inget rame banget nih kapan hari di twitter ama tiktok soal postingan orang yang frugal living banget.. memang sebaiknya secukupnya aja ya tapi jangan terlalu dipaksain juga

    BalasHapus
  18. stress kalo dengar frugal living ..apalagi aku punya anak abk biayanya lebih mahal untuk pendidikannya, terapinya...tentu dia juga makanannya nggak bisa sembarangan juga

    BalasHapus
  19. Setuju banget kalau penetapan frugal living disaya lebih ke beli suatu barang, kadang kita suka kalap lihat diskon nah kalau mulai pengen, saya coba pikir lagi baik2 butuh atau pengen, perlu banget atau sebetulnya gak....sukses dengan memilikirkan ulang membuat tidak jd beli...

    BalasHapus
  20. Wah...bahaya banget yah..
    Alih-alih ingin memenuhi tujuan keuangan yang lebih besar, tetapi investasi dan masa depan anak dipertaruhkan.
    Ini makanya aku gak pernah eman kalau masalah makan dan sekolah. Karena menurutku, sebaik-baik investasi orangtua adalah masa depan anak.

    BalasHapus