Jumat, 10 Oktober 2025

Burnout

 

Kata-kata tak mampu menghiburku. Segelas kopi dingin juga gagal meredakan emosiku. Ya, sepertinya selama 1-2 bulan ini daku mengalami burnout dan tidak lagi menikmati kegiatan yang biasanya kusukai. Ehh disclaimer, ini postingan curhat yaa.

                            Kugambar sendiri saat depresi tahun 2016

Awalnya di bulan September daku sakit, batuk, pilek, ketularan paksuami. Disusul Saladin yang demam. Kami tumbang bebarengan selama hampir 2 minggu. Begitu lemas sampai harus bedrest selama beberapa hari.

Alhamdulillah kondisi suami sudah cukup sehat sehingga beliau yang merawat: membuatkan makanan dan minuman hangat, memberikan minuman herbal, dll. Mamaku juga datang untuk menjenguk plus bawa fried chicken. Sementara ada satu sohib yang tiba-tiba datang jam 7 pagi dan memberi sepanci sup merah.

Perasaan yang Kacau-Balau

Begitu banyak perhatian dari orang-orang di sekelilingku, tapi mengapa tetap begini perasaannya? Lelah lahir dan batin. Mau menulis bingung tapi ada banyak ide di kepala. Akhirnya ide-ide itu untuk sementara disimpan di buku, aplikasi notes, dan di laptop.

                             Kugambar sendiri saat event Inktober   

Biasanya daku tuh cukup baca sekian halaman buku (atau blogpost) lalu dapat ide dan langsung nulis. Tapi kali ini stuck. Mengapaa oh mengapaa?

Tugas yang Tertunda

Akibat burnout ada tugas blog walking yang tertunda. Maafkan ya kawan-kawan, gara-gara keterlambatanku ini. Namun daku berusaha untuk menyelesaikannya dan tulus dalam memberi komentar.

                            Pexels

Selain itu ada tugas alias bikin tulisan buat challenge di FB (66 hari terpaksa menulis) yang dimulai sejak awal agustus lalu. Harusnya selesai awal oktober. Namun karena sakit dan lemas jadi bolos nulis. Setelah sehat, mau nulis lagi jadi blank.

Stress Berkepanjangan

Apa yang terjadi pada diriku? Sepertinya ini penumpukan lelah lahir dan batin serta stress berkepanjangan. Dimulai dari akhir tahun 2023 lalu ketika kehilangan pekerjaan. Lalu tahun 2024 sempat bantu-bantu tugas teman tapi ya hanya job untuk sementara.

Memang harusnya daku tuh sibuk atau harus tidur lebih lelap biar enggak mikir macam-macam dan jadi stress sendiri. Akhirnya rutinin jalan pagi seminggu 4 kali, sekalian antar Saladin ke sekolahnya. Lumayan lah tekanan pikiran jadi berkurang.

                           by Meta AI

Setelah dipikir-pikir lagi mengapa bisa stress? Toh pekerjaan bisa dicari lagi. Namun lebih baik cari job lain yang tidak selalu dikejar deadline. Karena tekanan job yang besar tapi gajinya belum memuaskan.

Sepertinya daku terlalu memaksakan diri untuk sibuk menulis dan memenuhi target seperti dulu. FYI, dulu ketika masih kerja di sebuah agen, daku bisa nulis 2.000-3.000 kata per hari. Lelah tapi menyenangkan.

Sekarang? Nulis 300-600 kata per hari aja sudah harus disyukuri. Tapi jadinya merasa produktivitas menurun. Padahal tidak ada orang yang bilang seperti ini. Hal ini hanya ada di pikiranku sendiri. Mengapa daku jadi menyalahkan diri sendiri?



Sekarang daku berusaha rileks dan menerima semuanya. Jika bisa nulis banyak maka Alhamdulillah. Membaca buku pun tidak ditarget seperti dulu (kalau duluu saking sukanya baca bisa lancar, 100 halaman per jam, dan buku setebal 500 halaman bisa dibaca ngebut sampai seharian). Sekarang baca dengan santai, karena tidak ada target yang melah memusingkan.

Kemampuan manusia untuk adaptasi dan mengatasi masalah adalah suatu kewajiban. Jadi burnout-ku karena terlalu menuntut dan menyalahkan diri sendiri. Padahal tidak ada salahnya untuk berganti karir, mencari pekerjaan baru, fokus ngeblog, atau lebih memperhatikan Saladin (yang masih butuh banyak perhatian walau sudah remaja).

Kalau kamu apa pernah merasa burnout?


22 komentar:

  1. Kadang emang rutinisan berulang , bikin bunrtout juga. Orz

    BalasHapus
  2. Baca 500halaman dalam sehari mba??? ini sie wow banget ya menurutkua,..kalo aku pasti beberapa hari baru selesai...
    Dan sekarang produktivitas nulis dan membaca ku sedang menurun..keinginan ada namun berasa bingung membagi waktunya karena sedang adaptasi dengan lingkungan dan ritme kerja yang baru..
    Bbrp waktu yg lalu seorang teman juga sempet memberi nasihat..ingin berkarya menyenangkan orang2 disekitar membuktikan diri kita mampu itu gak salah tapi jangan sampai kita mengabaikan kesenangan dan ketenangan hati,,
    Setelahny aku lebih berasa legowo dan tenang mbaa..muali di adjust apa yng bisa dan tidak bisa kukerjakan agar kita gak merasa dikejar2 target yang kita bikin sendiri,,tidak salah kalo kita nmemberi waktu hati dan pikiran buat istirahat sejenak ;)

    BalasHapus
  3. Coba datang ke acara2 kajian Islam, mbaa

    di kompleksku lumayan banyak opsi kajian.

    tapi biasanya aku cari yg ustadz² dari LIPIA atau dari al-Azhar , karena konten kajiannya Imho sangat bernas.

    trus ada juga psikolog Islam yg rutin jadi narsum kajian di masjid kompleks kami.

    Hamdalah, dalam kasusku yaa ..mayan bisa nurunkan anxiety, overthingking , burn out dan perasaan ga berguna sebagai manusia 🤣

    BalasHapus
  4. Mungkin coba suasananya yang berbeda dulu Mbak, biar ada penyegaran.

    BalasHapus
  5. Alhamdulillah saya belum pernah mengalami Burnout Mbak. Mungkin karena saya saya penulis freelance, jadi tuntutan kerjaan tidak tinggi. Jadi saya sesuaikan waktu saja. Kapan harus menulis kapan jeda dan santai.
    Tapi Memang kuncinya ada pada diri sendiri. Jangan sangat memaksakan melakukan sesuatu diambang batas kemampuan kita. Terus pilih pekerjaan yang enjoy dan senang hati kita lakukan.

    BalasHapus
  6. Pernah mengalami burnout juga Mba. Ini karena ada masalah pribadi juga jadi kebawa-bawa deh moodnya ikutan buruk. Memang harus banyak relaks sih kalau lagi banyak pikiran. Saya biasanya healing ke tempat yang ijo-ijo biar bikin fresh, main ke taman bareng anak, kadang makan es krim bareng anak. Yang penting happy dulu deh sayanya. Setelah itu bisa semangat lagi.

    BalasHapus
  7. Burnout ketika diri merasa tertekan seakan sulit bernapas dan bergerak bebas. Kalau menurut daku, semua orang bisa saja pernah mengalaminya. Namun, tinggal masing² orang apakah bisa menanganinya atau nggak

    BalasHapus
  8. Puji Tuhan tidak sampai Burnout karena sudah terlatih mengatur pikiran. Hanya tubuh kadang kelelahan karena lupa usia tidak muda lagi. Diajak berlari menikmati hidup dengan segala tuntutannya, langsung minta rehat alias bedrest hihihi.

    Setiap hal memiliki kapasitas dan batas. Nah itu yang mungkin perlu dijaga supaya bisa memaksimalkan dengan baik. Mungkin perlu di ketahui juga, bahwa kehidupan yang sedang "sakit" sehingga kitapun bagiannya kadang ikut imbasnya. Jadi marilah terus eling-eling dan kuat dalam menjalaninya.

    Banyak doa buat kak Avi, peluk sayang dari jauh. Semoga terus kuat dan percaya bahwa semuanya sementara.

    BalasHapus
  9. "Hal ini hanya ada di pikiranku sendiri. Mengapa daku jadi menyalahkan diri sendiri?"

    Bagian ini kaya ngegetok banget mbak. Betul juga ya, target-target itu kita sendiri yang bikin. Gagal dan berhasil iti cuma pemikiran kita. Orang lain juga nggak ada yang komentar, tapi kitanya stres sendiri.

    Aku burnout itu kalau balitaku sering tantrum dan aku nggak bisa me time. Capek lahir batin rasanya.

    BalasHapus
  10. Sebenarnya, definisi produktif itu bukan bisa menulis 2.000 kata, 3.000 kata, atau bahkan 5.000 kata. Definisi produktif itu adalah bisa menghasilkan energi. Jika menulis ribuan kata malah menghabiskan energi dan malah berubah jadi sakit, maka itu bukan produktif namanya.

    BalasHapus
  11. semangat mbak Aviii. keren banget bisa nulis sampe 3000 kata perhari. aku 700 kata aja butuh waktu luama wkwk.
    semoga lekas sehat ya mbak dan bisa segera produktif lagi. inshaAllah dikasih rezeki yang lebih baik dari sebelumnya.
    kalo ngomongin burnout, aku pernah beberapa tahun lalu mbak. waktu itu bener2 nggak bisa ngapa2in. aku lihat laptop aja rasanya muak banget. akhirnya memilih ambil jeda sejenak dan alhamdulillah mendingan

    BalasHapus
  12. Semangat mbak Aviii...
    Satu bulan ini saya juga merasakan burnout. Tapi burnout ini lebih karena saya terlalu mentarget diri sendiri. Terlebih setelah anak saya masuk SD, saya menjadi bagian dari pengurus paguyupan kelas yang notabene kudu riweuh sama kegiatan sekolah anak. 🥹🥹
    Tapi setelah dipikir ya kurang lebih sama kayak mbak Avi. Nggak masalah juga sedikit rileks untuk nggak nuntut ke diri sendiri. Meski di awal² minggu ada rasa kurang, tapi pelan² semua bisa kembali normal. ❤️❤️❤️

    BalasHapus
  13. Aku pribadi gak tahu di tahap burnout atau gimana yang jelas emang ada kalanya stress trus bingung mau ngapain. Bahkan mau sekadar ndrakor aja kek gak ada tenaganya. Jadi akhirnya cuma bisa pasrah di atas sajadah, Tiap ketrigger apa gitu akhirnya yawes istighfar, kalau memungkinkan wudhu sholat.
    Pokoknya menghindari curhat ke orang. Baru pas udah bisa mentertawakan penyebab sakit hati atau apalah itu yang bikin hati gak tenang baru cerita2 di-haha-hihi-kan aja.
    Burnout ada kalanya emang harus cerita tapi usahakan ke psikolog profesional aja supaya emang ada solusi dan minimal ada bantuan lha ya yang gak bikin makin depresi.

    BalasHapus
  14. Puk puk puk, semangat ya mbaaak. Saya pun kurang lebih merasakan hal yang sama beberapa waktu terakhir. Burnout yang berlarut-larut, membuat semangat luntur dan jadi kelelahan mental.
    Cara terbaik, ya kita mesti cari akar masalahnya dimana mbak. Entah mungkin karena target pribadi ketinggian, harapan tak tercapai, atau bahkan hal yang belum berhail dibuktikan. Coba sesekali me time mbak. Ngobrol sama diri ssendiri, sembari cari solusinya. Insya Allah semua akan ada jlannya.

    BalasHapus
  15. Emang dalam bidang kreatif itu harus ada refreshing atau refreshment sehingga orang-orang yang burn out bisa mendapatkan semangat dan juga kreativitas baru untuk terus berkarya karena namanya otaknya juga harus diistirahatkan dan juga diberikan stimulan baik untuk menghasilkan karya yang baik pula. Kalau sudah lelah baiknya istirahat dulu untuk bisa berkarya lagi

    BalasHapus
  16. Ah iya, kadang klo lahi burnout, jadi males ngapa-ngapain ya mbak
    Ini bikin banyak tugas terbengkalai, akhirnya jadi stress sendiri ya. Jadi emang kudu segera diatasi burnout ini

    BalasHapus
  17. Bagus say, kamu tahu situasi yang sedang kamu alami dan berusaha mencari solusi.. akhir-akhir ini memang agak berat, aku harus memutar otak untuk mencari penghasilan tambahan.. sekarang berusaha menjalankan hal-hal yang sudah kuputuskan ini.. semoga berkah dan lancar.. semangat ya kitaa..

    BalasHapus
  18. Peluk virtual mba Avi. Memang kalau ketemu sama momen burnout ini bikin lelah maksimal. Aku pernah ngalami beberapa hari lalu, rasanya energi ku terkuras habis dan enggan ngapa-ngapain padahal deadline menumpuk.

    Aku bersyukur dan salut sama mba, bisa atasi burnout dan menyadari apa yang menyebabkan bahkan bisa mulai di petakan untuk menghindari trigger. Bener emang OVT dan menyalahkan diri sendiri impact-nya kurang bagus ya mba. Semangat mba, semoga segalanya dimudahkan dan tetap beradaptasi dengan kondisi terkini.

    BalasHapus
  19. Betul, ka Avi..
    Burnout itu memang mungkin dan bisa banget terjadi.
    Kalau uda menuliskannya begini.. jadi solusinya sebenernya uda tau yaa..

    Semoga bisa lebih lega dan menjadi inspirasi buat pembaca yang sama-sama sedang mengalami Burnout. Aku juga sebenernya niih.. ka Avi.. Beneran langsung manggut-manggut membacanya.

    Terima kasih, ka Avi.

    BalasHapus
  20. pernah bangeet mbaak, saat kegiatan rutinitas seperti menjebak saya ke dalam sebuah kebosanan dan keriweuhan yang bikin pusiiing. Solusinya apa kalau saya?? jalan-jalan mbaa hehe

    BalasHapus
  21. Relate banget mbak, burnout emang sering datang dari ekspektasi diri sendiri. Kadang, istirahat justru bentuk produktivitas terbaik.

    BalasHapus
  22. Mbaaak, jangan terlalu keras sama diri sendiri. Kalau aku yaa karena tau human design ku tipenya the projector, aku nggak bisa tuh kerja keras yang terus menerus karena bisa burnout, ditambah aku nggak bisa punya to do list jadi kalau aku stress auto nggak akan selesai tuh kerjaan. Jadi sebisa mungkin aku pilih kerjaan lebih ke quality over quantity. Kerjaannya dikit tapi hasilnya cuan.
    Nah, udah saatnya dicari tau mbak akar burnoutnya di mana. Banyakin mengenal diri sendiri dengan meditasi, juournaling dan afirmasi atau kalau perlu curhat ke psikolog. Karena biar gimana pun nggak akan ada orang yang bisa menyelamatkan kita, kecuali diri sendiri.

    BalasHapus