Siapa suka baca buku-buku karya NH Dini (alm)? Bu Dini adalah salah satu penulis favorit orang Indonesia, dan sudah menerbitkan banyak sekali buku. Kebanyakan karya beliau berdasarkan kisah nyata. Salah satunya adalah Pondok Baca: Kembali ke Semarang.
Ini data bukunya yaaa:
Judul : Pondok Baca, Kembali ke
Semarang
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 256 halaman
Tahun : 2011
NH Dini pernah menikah
dengan WN Prancis. Akan tetapi mantan suaminya sangat pelit dan akhirnya mereka
berpisah. Kemudian Bu Dini kembali ke tanah air dan sementara tinggal di rumah
bibinya di Jakarta.
Ibu kota hanya tempat
transit karena Bu Dini ingin kembali ke kota kelahirannya, Semarang. Beliau
tinggal di paviliun yang dibangun khusus di bagian belakang rumah peninggalan
orang tuanya. Sementara rumah induk dihuni oleh Heratih, kakak sulungnya (beserta
seluruh keluarga inti).
Ketika Bu Dini kembali
ke Semarang (sekitar tahun 80-an), beliau sangat terkejut karena masih banyak
anak yang tidak minat sekolah, apalagi membaca buku. Akhirnya beliau membuat
perustakaan yang dinamai Pondok Baca. Hebatnya,
perpustakaan ini dimulai dari dana pribadi (dan sedikit buku dari beberapa
penerbit).
Untuk mengelola Pondok
Baca ada karyawan khusus yang merupakan anak dari sahabat NH Dini. Dari sini
para pembaca belajar disiplin: bahwa pengunjung perpustakaan tidak boleh ribut.
Mereka harus menyetorkan uang sewa (yang sangat murah) dan buku-buku itu tidak
dibawa pulang (untuk meminimalisir resiko kehilangan atau kerusakan).
Kepindahan
Pondok Baca
Akan tetapi Bu Dini
merasa terganggu akan tetangga sebelah rumah yang berbisnis percetakan dan
bekerja tidak kenal waktu. Beliau kalau keberisikan susah fokus untuk menulis.
Akhirnya NH Dini pindah ke sebuah perumahan, dan Pondok Baca juga diangkut.
Read: Review Buku Gunung Ungaran, Karya Terakhir NH Dini
Dari sini pembaca akan melihat betapa dermawannya sahabat dan kawan dekat Bu Dini. Mereka memberi aneka bantuan, mulai dari mobil box sampai uang tunai.
Mereka kenal Bu Dini
karena sama-sama anggota Rotary Club Semarang Kunthi.
Pindahan
Lagi
Pondok Baca akhirnya
berdiri di tempat yang baru dan pembukaannya cukup meriah. Bahkan ada istri
pejabat yang datang untuk meresmikannya. Namun kebahagiaan ini hanya sementara.
Beberapa tahun kemudian
ada bencana longsor yang membuat rumah NH Dini (dan bangunan lain) di perumahan
tersebut rusak total. Meski mendapatkan uang ganti rugi, akan tetapi Bu Dini
sedih sekali. Bagaimana nasib Pondok Baca selanjutnya? Yuk baca yuuk, emoh
spoiler.
Kesanku
Setelah Baca Pondok Baca: Kembali ke Semarang
Bu Dini sangat
perhatian akan nasib anak Indonesia dan beliau merasa sedih karena kebanyakan
dari mereka tidak melanjutkan ke tingkat SMP atau SMA. Alasannya: malas mikir.
Ada juga anak asuh Bu Dini yang sudah disekolahkan tapi diam-diam jadi kernet,
akhirnya dia diberhentikan dari beasiswa.
Pondok Baca: Kembali ke
Semarang bukan hanya catatan kehidupan NH Dini. Akan tetapi juga menunjukkan
fakta sedih karena masih banyak anak perempuan yang tidak sekolah tinggi.
Dianggap hanya cukup punya ijazah SD, lalu dia dipaksa mengasuh adiknya (karena
sang ibu sibuk kerja).
Semoga saat ini tidak
ada yang seperti ini yaa, kasihan banget kalau anak cewek ingin belajar malah
ditentang orang tuanya. Karena pendidikan adalah nomor satu, tak hanya untuk
anak laki-laki tapi juga perempuan. Bagaimana, klean sudah baca karya NH Dini
yang mana?
Buku yang bagus sekali ini, bagaimana Bu NH Dini banyak menginpirais banyak orang dengan kepeduliannya pada anak-anak di sekitar. Dari membangun Pondok baca sampai ada yang dapat bea siswa. tapi ya, ada yang tidak memanfaatkan, malah jadi kernet hehehe.
BalasHapusTerus soal tetangga, kok ada yang kerja tidak kenal waktu. Kalau ditegur pasti jawabnya, wong kerjo di omah dewek kok.. hehehe
almh Bu NH Dini jadi inspirasi bagi semua kalangan betapa pentingnya baca buku. Al-Fatihah buat almarhumah
BalasHapusAku belum ada yang kubaca. Tapi, kepedulian Bu Dini sama pendidikan anak itu emang patut ditiru.
BalasHapusSekarang mah masih banyak anak cewek yang sulit mengakses pendidikan. Umumnya yang tinggal di pedesaan sih.
Palingan mereka bisanya ya cuma mondok sekitar setahun atau dua tahun gitu.
Habis itu, ya sudah. Nggak ada pendidikan lagi dan menunggu ada yang meminang.
Ya ampun sosok inspiratif banget ya beliau. Berawal dari keresahannya akan minat baca dan sekolah anak membuat pondok baca. Di lingkungan ku juga masih banyak yang kayak gini pada nggak mau sekolah. Pengen banget kayak Bu Dini yang punya pojok baca. Soon semoga 🥺
BalasHapusSalut banget buat perjuangan bu NH Dini atas Pondok Baca-nya. Apalagi di situ pasti bejibun karya2 beliau yang super duper bagus novelnya.
BalasHapusMelihat perjuangan beliau membangun Pondok Baca, seharusnya pemerintah membantu keberadaan beliau. Apalagi bisa mencerdaskan anak bangsa melalui budaya membaca yang kini semakin terkikis.
Smg bunda NH Dini akan diikuti oleh anak-anak lainnya yang mendirikan Pondok Baca di seluruh Indonesia. Sehingga anak2 makin gemar membaca, memperoleh ilmu dan budaya bangsa sehingga makin tercerdaskan semua.
Sekarang sih sudah zamannya mandiri. Anak cewek sudah tidak terkekang lagi dan berhak untuk memilih jalan hidupnya. Namun ada banyak pelajaran hidup yang bisa dipetik dari buku ini ya. Enak sih kalo baca buku berdasarkan kisah nyata pengalaman pribadi
BalasHapusNH Dini jadi kebanggaan warga Semarang, kehadirannya sangat mempengaruhi gerakan literasi. Sayang beliau harus berpulang dengan cara yang tragis hiks... Sedih deh.
BalasHapusKebaikan almarhumah NH Dini memang luar biasa. Tugas kita sebagai generasi penerusnya adalah meneruskan estafet perjuangan beliau di dunia literasi dengan potensi dan kemampuan kita masing-masing seperti membuat pondok baca atau rumah baca di kediaman kita misalnya
BalasHapusBiografi seorang NH Dini dalam menghidupkan minat literasi Indonesia ini mashaAllaa yaa.. Aku pikir, orang dulu yang belum terusik gadget, minat membacanya jauuh lebih tinggi. Apalagi sekarang yaa.. Dimana-mana setiap anak pun bisa mengakses gadget.
BalasHapusPondok Baca: Kembali ke Semarang mengingatkan kita semua untuk terus bersama menghidupkan literasi Indonesia.