Rabu, 21 Mei 2025

Review Buku Pondok Baca: Kembali ke Semarang

 Siapa suka baca buku-buku karya NH Dini (alm)? Bu Dini adalah salah satu penulis favorit orang Indonesia, dan sudah menerbitkan banyak sekali buku. Kebanyakan karya beliau berdasarkan kisah nyata. Salah satunya adalah Pondok Baca: Kembali ke Semarang.

Ini data bukunya yaaa:

Judul               : Pondok Baca, Kembali ke Semarang

Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama

Tebal               : 256 halaman

Tahun              : 2011

NH Dini pernah menikah dengan WN Prancis. Akan tetapi mantan suaminya sangat pelit dan akhirnya mereka berpisah. Kemudian Bu Dini kembali ke tanah air dan sementara tinggal di rumah bibinya di Jakarta.

Ibu kota hanya tempat transit karena Bu Dini ingin kembali ke kota kelahirannya, Semarang. Beliau tinggal di paviliun yang dibangun khusus di bagian belakang rumah peninggalan orang tuanya. Sementara rumah induk dihuni oleh Heratih, kakak sulungnya (beserta seluruh keluarga inti).



Ketika Bu Dini kembali ke Semarang (sekitar tahun 80-an), beliau sangat terkejut karena masih banyak anak yang tidak minat sekolah, apalagi membaca buku. Akhirnya beliau membuat perustakaan yang dinamai Pondok Baca. Hebatnya, perpustakaan ini dimulai dari dana pribadi (dan sedikit buku dari beberapa penerbit).

Untuk mengelola Pondok Baca ada karyawan khusus yang merupakan anak dari sahabat NH Dini. Dari sini para pembaca belajar disiplin: bahwa pengunjung perpustakaan tidak boleh ribut. Mereka harus menyetorkan uang sewa (yang sangat murah) dan buku-buku itu tidak dibawa pulang (untuk meminimalisir resiko kehilangan atau kerusakan).

Kepindahan Pondok Baca

Akan tetapi Bu Dini merasa terganggu akan tetangga sebelah rumah yang berbisnis percetakan dan bekerja tidak kenal waktu. Beliau kalau keberisikan susah fokus untuk menulis. Akhirnya NH Dini pindah ke sebuah perumahan, dan Pondok Baca juga diangkut.

Read: Review Buku Gunung Ungaran, Karya Terakhir NH Dini

Dari sini pembaca akan melihat betapa dermawannya sahabat dan kawan dekat Bu Dini. Mereka memberi aneka bantuan, mulai dari mobil box sampai uang tunai. 



Mereka kenal Bu Dini karena sama-sama anggota Rotary Club Semarang Kunthi.

Pindahan Lagi

Pondok Baca akhirnya berdiri di tempat yang baru dan pembukaannya cukup meriah. Bahkan ada istri pejabat yang datang untuk meresmikannya. Namun kebahagiaan ini hanya sementara.



Beberapa tahun kemudian ada bencana longsor yang membuat rumah NH Dini (dan bangunan lain) di perumahan tersebut rusak total. Meski mendapatkan uang ganti rugi, akan tetapi Bu Dini sedih sekali. Bagaimana nasib Pondok Baca selanjutnya? Yuk baca yuuk, emoh spoiler.

Kesanku Setelah Baca Pondok Baca: Kembali ke Semarang

Bu Dini sangat perhatian akan nasib anak Indonesia dan beliau merasa sedih karena kebanyakan dari mereka tidak melanjutkan ke tingkat SMP atau SMA. Alasannya: malas mikir. Ada juga anak asuh Bu Dini yang sudah disekolahkan tapi diam-diam jadi kernet, akhirnya dia diberhentikan dari beasiswa.

Pondok Baca: Kembali ke Semarang bukan hanya catatan kehidupan NH Dini. Akan tetapi juga menunjukkan fakta sedih karena masih banyak anak perempuan yang tidak sekolah tinggi. Dianggap hanya cukup punya ijazah SD, lalu dia dipaksa mengasuh adiknya (karena sang ibu sibuk kerja).



Semoga saat ini tidak ada yang seperti ini yaa, kasihan banget kalau anak cewek ingin belajar malah ditentang orang tuanya. Karena pendidikan adalah nomor satu, tak hanya untuk anak laki-laki tapi juga perempuan. Bagaimana, klean sudah baca karya NH Dini yang mana? 

9 komentar:

  1. Buku yang bagus sekali ini, bagaimana Bu NH Dini banyak menginpirais banyak orang dengan kepeduliannya pada anak-anak di sekitar. Dari membangun Pondok baca sampai ada yang dapat bea siswa. tapi ya, ada yang tidak memanfaatkan, malah jadi kernet hehehe.
    Terus soal tetangga, kok ada yang kerja tidak kenal waktu. Kalau ditegur pasti jawabnya, wong kerjo di omah dewek kok.. hehehe

    BalasHapus
  2. almh Bu NH Dini jadi inspirasi bagi semua kalangan betapa pentingnya baca buku. Al-Fatihah buat almarhumah

    BalasHapus
  3. Aku belum ada yang kubaca. Tapi, kepedulian Bu Dini sama pendidikan anak itu emang patut ditiru.

    Sekarang mah masih banyak anak cewek yang sulit mengakses pendidikan. Umumnya yang tinggal di pedesaan sih.

    Palingan mereka bisanya ya cuma mondok sekitar setahun atau dua tahun gitu.

    Habis itu, ya sudah. Nggak ada pendidikan lagi dan menunggu ada yang meminang.

    BalasHapus
  4. Ya ampun sosok inspiratif banget ya beliau. Berawal dari keresahannya akan minat baca dan sekolah anak membuat pondok baca. Di lingkungan ku juga masih banyak yang kayak gini pada nggak mau sekolah. Pengen banget kayak Bu Dini yang punya pojok baca. Soon semoga 🥺

    BalasHapus
  5. Salut banget buat perjuangan bu NH Dini atas Pondok Baca-nya. Apalagi di situ pasti bejibun karya2 beliau yang super duper bagus novelnya.

    Melihat perjuangan beliau membangun Pondok Baca, seharusnya pemerintah membantu keberadaan beliau. Apalagi bisa mencerdaskan anak bangsa melalui budaya membaca yang kini semakin terkikis.

    Smg bunda NH Dini akan diikuti oleh anak-anak lainnya yang mendirikan Pondok Baca di seluruh Indonesia. Sehingga anak2 makin gemar membaca, memperoleh ilmu dan budaya bangsa sehingga makin tercerdaskan semua.

    BalasHapus
  6. Sekarang sih sudah zamannya mandiri. Anak cewek sudah tidak terkekang lagi dan berhak untuk memilih jalan hidupnya. Namun ada banyak pelajaran hidup yang bisa dipetik dari buku ini ya. Enak sih kalo baca buku berdasarkan kisah nyata pengalaman pribadi

    BalasHapus
  7. NH Dini jadi kebanggaan warga Semarang, kehadirannya sangat mempengaruhi gerakan literasi. Sayang beliau harus berpulang dengan cara yang tragis hiks... Sedih deh.

    BalasHapus
  8. Kebaikan almarhumah NH Dini memang luar biasa. Tugas kita sebagai generasi penerusnya adalah meneruskan estafet perjuangan beliau di dunia literasi dengan potensi dan kemampuan kita masing-masing seperti membuat pondok baca atau rumah baca di kediaman kita misalnya

    BalasHapus
  9. Biografi seorang NH Dini dalam menghidupkan minat literasi Indonesia ini mashaAllaa yaa.. Aku pikir, orang dulu yang belum terusik gadget, minat membacanya jauuh lebih tinggi. Apalagi sekarang yaa.. Dimana-mana setiap anak pun bisa mengakses gadget.

    Pondok Baca: Kembali ke Semarang mengingatkan kita semua untuk terus bersama menghidupkan literasi Indonesia.

    BalasHapus