Siapa suka nonton Nikita Willy? Ehh tapi belakangan dia viral bukan karena film atau sinteron terbarunya. Namun karena video pendek, saat sang anak tidak sengaja menjatuhkan barang.
Nikita
tidak teriak atau mencak-mencak. Dia hanya bilang astaghfirullah (meski sambil melotot). Sang anak langsung bilang, “Maaf,
Bu.” Aah, betapa manisnya melihat si kecil sudah bisa meminta maaf.
Tapii
tapii tanggapan netizen kok gini sih? Mayoritas bilang, “Ya iyalah, mana bisa
dia marah karena dompetnya tebal! Beda dengan ibu-ibu lain (yang dari kelas
menengah-ke bawah) yang langsung ngamuk kalau anaknya menjatuhkan barang (meski
tidak sengaja).
Tidak Marah Karena Dia Kaya?
Apakah
benar kalau kestabilan emosi berkaitan erat dengan ketebalan dompet? Memang sih
segalanya butuh uang. Namun bukan berarti ibu-ibu yang belum sekaya Nikita pada
galak semua. IMHO sih tergantung didikan dan background keluarga juga.
Didikan
keluarga memang beda-beda ya. Ada yang orang tuanya halus. Namun ada juga yang
galak. Sayangnya ada juga yang ketika emosi tidak hanya ngomel tapi juga main
tangan (mencubit, menjewer, atau memukul dengan sapu / benda lain).
Tidak
semua ibu yang berasal dari kalangan menengah (atau menengah ke bawah) itu
galak. Kalau ada yang kelihatan pemarah bisa jadi itu karena karakternya. Dikau
setuju, tak?
Orang tua yang Penuh Kasih Sayang
Bukan Berarti Anaknya Manja
Daku
pernah baca (lupa di mana) kalau ada orang tua (atau salah satu ortu) yang
lemah lembut, berarti dia punya tangki cinta yang penuh. Ketika kecil dulu dia
dibesarkan dengan kasih sayang sehingga saat dewasa dan punya anak, dia
melakukan hal yang sama. Namun sayangnya ada yang menyanggah, “Alah,
disayang-sayang nanti juga manja anaknya. Cemen!”
HOOI
NAMANYA ANAK YA DISAYANG AMA ORTU, KALAU BUKAN AMA ORTU SIAPA LAGI? Gedeg bener
kalau ada orang yang meremehkan seperti itu.
Lagipula
manja atau tidak ya lagi-lagi tergantung didikannya. Kalau ibunya halus tetapi
melatih anak untuk rajin beberes dan masak, ya di masa depan ia akan jadi
rajin. Disayang bukan berarti manja.
Hentikan Kekerasan Terhadap Anak
Daku
sekarang mengkampanyekan gerakan anti kekerasan terhadap anak. Stop normalisasi
KDRT terhadap anak dengan alasan apapun. Bayangin aja ya, anak sudah dikandung
selama 9 bulan, begitu lahir malah dicubitin? Gileee…..
Bayangkan
kalau dikau ada di posisi anak. Apa tidak sakit fisik dan sakit hati ketika
nyaris tiap hari dimarahi dan dipukuli? Namun saat protes malah dibilang anak
durhaka. Kalau seperti ini siapa yang salah?
Sampai Diancam dengan Knife?
Bener-bener
lho saat daku riset di media sosial (sebelum nulis artikel ini) dan menemukan
satu komentar netizen yang sangat menohok. Katanya, saat kecil dia pernah
ditakut-takuti dengan pisau (saat rewel). Ya Tuhan, meweek…..
Habis
baca komennya daku langsung teringat cerita di suatu buku, yang diangkat dari
kisah nyata. Kok bisa ada anak kecil yang dipanggil dengan sebutan it (dianggap setara dengan benda atau
binatang). Bahkan si anak juga pernah mendapatkan kekerasan dengan senjata
tajam oleh orang tuanya sendiri.
Kasus Arie Hanggara
Enggak
usah jauh-jauh (karena kisah dalam buku itu terjadi di luar negeri). Di Indonesia
juga pernah ada kasus viral di tahun 80-an. Saat ada anak bernama Arie Hanggara
meninggal karena KDRT oleh ayah kandung dan ibu tirinya.
Saking
ramenya kasus si Arie, sampai dibikin film. Nah, kalau dikau mau nyubit anak,
coba deh nonton atau baca kisahnya. Efek KDRT sangat fatal lho, jangan sampai
nyawa anak jadi melayang.
Parenting Halus vs Spartan
Kembali
ke mbak Nikita. Gara-gara videonya jadi ada perdebatan di sosial media. Katanya
sih anak harus dididik dengan cara Spartan agar mereka tahu kerasnya hidup. Sementara
untuk cucu crazy rich seperti Issa
(anaknya Nikita) dididik dengan halus karena dia sudah punya privilege sebagai modal mengarungi
kehidupan.
Disiplin Tidak Harus dengan
Kekerasan
Padahal
disiplin tidak harus dengan kekerasan. Sebenarnya anak tuh pinter lho. Asal dia
diberi tahu mengapa beberes itu penting, mengapa dia harus belajar mandiri,
maka dia akan semangat dan bisa melakukan semuanya sendiri. Memotivasi jauh
lebih efektif daripada menakut-nakuti.
Daku
lebay? Karena sampai berpikir jauh
seperti ini: anak yang jadi korban KDRT bisa jadi menganggap kekerasan adalah
hal yang biasa. Nanti ketika besar dia bisa dengan mudah menempeleng anak dan
istrinya sendiri. Paling parah kalau dia jadi masokis kayak di film FSOG. Seraam.
Kesimpulannya,
jangan menormalisasi KDRT terhadap anak, dengan alasan apapun. Anak masih dalam
tahap belajar, kalau melakukan kesalahan ya diajari dengan sabar. Bukannya diamuk
sampai dia memar dan sakit hati.
Setuju dengan tulisan ini. Spartan atau tidaknya cara mendidik anak, tidak bisa diukur dengan jumlah kekayaaan.
BalasHapusBener deh, latar belakang didikan orang tua dulu sangat oengaruh kepada pola asuh kita sekarang. Padahal sudah berusaha mengambil yang baik-baiknya saja. Eh, kadang yang jeleknya juga kebawa 😭
BalasHapusIya tuh, KDRT orangtua kandung terhadap anak kok masih banyak terjadi ya. Ga mesti kaya raya kayak Nikita untuk welas asih kasih sayang kepada anak, yang penting beriman dan paham ilmu parenting lah hehehe. Pola asuh kemandirian anak juga bagus dilakukan sedini mungkin dengan cara yang baik.
BalasHapuskadang tanpa disadari kekerasan sering sekali terjadi disekitar kita dan terasa wajar. Harus disadari bahwa ini akan meninggalkan luka yang sangat dalam buat anak. Harus ada bantuan dari orang sekitar, untuk mencegah dan menghentikan. Janagn sampai pula kita jadi bagian kekerasan itu yah
BalasHapusaspek ekonomi memang bisa menjadi salah satu beban pikiran yang menyedot energi, tp tidak bisa menjadi pembenaran untuk melakukan kekerasan kpd anak. mereka jg kan tidak serta merta hadir, tp atas kesadaran kita jg. ini pentingnya ilmu, tidak usah jauh2 teladai saja sudah bagaimana Rasulullah mendidik dengan tegas tidak keras.
BalasHapusSetuju bgt. Anak yg dididik dgn lemah lembut & kasih sayang saat kecil, besarnya dia juga akan seperti itu. Kalo sebaliknya ya pasti jadi kasar. Mesti punya kesabaran ekstra memang utk mendidik anak. Hrs ingat kalo anak iti anugrah, bukan bencana sehingga harus dirawat dgn kasih sayang.
BalasHapusJadi orang tua memang tidak mudah, salah satunya harus sangat bijak mengelola emosi, termasuk emosi terhadap anak. Jangan sampai mereka jadi korban atas emosi orang tuanya yang tidak stabil
BalasHapusSetuju, banyak cara lembut penuh kasih sayang dalam mendidik anak, termasuk memberikan ketegasan dan kedisiplinan pada anak bisa dengan cara yang baik dan lembut. Namun sebelum itu penting bagi para orang tua untuk selalu belajar melalui beragam media, karena apabila tidak belajar maka dalam mendidik anak orang tua hanya akan mewarisi didikan orang tuanya zaman dulu kepadanya saat kecil dulu ketika mendidik anaknya sekarang.
BalasHapus