Selasa, 21 Mei 2024

Dear Bunda, Jangan Pernah Bandingkan Anakmu dengan Orang Lain

“Dia kok sudah bisa tapi anakku belum?”

Pernah enggak klean berpikir seperti itu? Memiliki anak, apalagi masih balita, memang rawan untuk dibanding-bandingkan. Apalagi jika ada tetangga atau sepupunya yang seumuran. Maka akan ada banyak yang mengamati perkembangan mereka, terutama dalam motorik kasarnya.

Misalnya nih ketika Saladin masih berusia setahun, dia sudah belajar berdiri tanpa pegangan, dan bisa jalan di umur 13 bulan. Namun dia terus dibandingkan (oleh kerabat lain) dengan saudara sepupunya yang seumuran (hanya selisih beberapa bulan). Jangankan belajar berjalan, merangkak saja belum bisa.



Sungguh tidak fair ketika (dulu) kedua balita itu dibandingkan. Penyebabnya karena sepupu Saladin punya penyakit di kepala, yang mempengaruhi perkembangan motorik kasarnya. Sekarang sih Alhamdulillah dia sudah bisa jalan kaki, berlari, dan beraktivitas lainnya. Walau harus menjalani pengobatan selama bertahun-tahun.

Mengapa Harus Dibandingkan?

Nah, mengapa sih harus ada perbandingan jika ada dua anak (atau lebih) yang usianya seumuran? Jadi ingat lagu dibanding-bandingke, yo mesti kalaah. Saat ada anak yang dianggap ‘kurang’ karena belum bisa melakukan sesuatu, otomatis orang tuanya sedih. Namun anak yang dianggap ‘lebih’ karena sudah bisa beraktivitas dengan baik, belum tentu senang.



Orang tua yang anaknya sudah bisa melakukan sesuatu belum tentu senang karena dia merasa risih karena anaknya jadi objek perbandingan. Namanya anak-anak, perkembangannya beda-beda. Ketika dibandingkan maka akan ada yang sedih, bahkan menarik diri dari pergaulan.

Sakit Hati Ketika Dibandingkan

Akan tetapi, bagaimana jika anak dibandingkan dengan orang lain (oleh ayah atau bundanya sendiri)? Misalnya gini nih: “Lihat tuh anaknya Bu T sudah kuliah sampai S3, jadi pengajar pula!” Atau: “Mama dulu bisa ranking 1 lho, kok kamu enggak bisa?”





Sakit hatikuu kau buat begini. Dibandingkan dengan orang lain, oleh ibu atau ayah sendiri, sangat menyakitkan. Alangkah sedihnya jika hal ini dilakukan terus-menerus, bahkan selama bertahun-tahun.

Trauma yang Membekas

Alasan dari orang tua yang suka membandingkan anak dengan anak (atau cucu) orang lain adalah: mereka ingin agar kita termotivasi lalu meniru prestasinya. Akan tetapi orang tua kadang lupa bahwa ada anak yang tipenya tegas dan dia tidak mau meniru jalan orang lain, tetapi ingin mencari karir dan tantangannya sendiri.



Bagaimanapun sifat anak, dia akan bisa sakit hati ketika terus dibandingkan dengan orang lain, atau saudaranya sendiri. Rasa sakit ini bisa membuat trauma yang membekas. Saat sudah sakit maka anak-anak akan perlahan jaga jarak ke orang tuanya. Klean enggak mau begini, kan?

Konsultasi ke Ahlinya

Nah, bagaimana jika ada orang tua yang beralasan bahwa perbandingan ini untuk melihat bagaimana perkembangan (fisik dan mental) anak? Padahal seharusnya tidak usah melihat anak lain karena bukan patokan.

Misalnya ada anak yang baru berusia 10 bulan sudah belajar berdiri dan berjalan. Orang tua jadi gusar karena anaknya sendiri masih merangkak. Lantas ia memaksa sang anak untuk berdiri dan akhirnya malah si anak tersiksa karena kakinya memang belum kuat.



Seharusnya untuk memantau perkembangan anak, jangan dibandingkan dengan anak lain. Namun lihat saja di buku KMS, bisa dipantau berat badannya. Untuk milestone, langsugn saja konsultasi ke dokter spesialis anak. Jika memang ada keterlambatan (misalnya anak usia 20 bulan belum bisa berjalan) maka bisa diterapi agar stimulasinya lebih efektif.

Untuk perkembangan kecerdasan dan karir anak juga jangan dibandingkan. Penyebabnya karena hal ini akan membuat 2 reaksi: anak jadi minder karena merasa orang tua lebih membanggakan prestasi anak lain. Yang kedua adalah anak bisa membenci orang yang dibandingkan dengan dirinya.

Iya kalau anaknya lurus. Kalau anaknya pendendam lalu kena pergaulan negatif, lalu bawa pisau gimana? Dendam kesumat gimana? Gara-gara loe hidup gue kayak gini, orang tua kagak sayang ama gue. Seram ooi.



Please deh! Jangan pernah membandingkan anak dengan tetangga, sepupu, bahkan dengan saudara kandungnya sendiri. Tiap anak unik dan berbeda-beda. Kalau memang ada kecurigaan pada milestone atau sesuatu yang lain, lebih baik langsung konsultasi ke dokter atau psikolog.

29 komentar:

  1. anaknya gemas sekali kak, semoga tetap sehat selalu ya :')

    BalasHapus
  2. Setiap pembagian rapor saya juga biasanya mengamanatkan kepada para orang tua agar tidak membandingkan nilai-nilai yang didapat anak dengan anak lainnya, karena setiap anak mempunyai keistimewaan masing-masing dan tidak selalu di bidang akademis saja

    BalasHapus
  3. Kita sendiri saja kalau dibanding-bandingkan dengan orang merasa nggak nyaman. Apalagi anak ya. Mereka masih belum tahu harus melakukan apa dengan rasa nggak nyamannya.

    BalasHapus
  4. Sedih pastinya kalau dibanding-bandingke. Apakah ortu juga nau dibandingke dengan ortu temannya anak.

    Pastinya tidak ada satu orang pun yang mau dibanding-bandingke

    BalasHapus
  5. İni bakal jadi reminder buat aku, Untuk nggak bandingin anak dengan orang. Karena sudah pernah ngalami waktu kecil rasanya bener-bener sakit

    BalasHapus
  6. Para tetangga adalah pembanding yang paling merasa hebat dan benar. Ada saja yang dibandingkan. Padahal kalau anaknya sendiri ga mau dibandingkan. Padahal harusnya mereka sadar. Tiap anak mempunyai masa tumbuh kembang yang berbeda. Anak A bisa berjalan dulu, anak B tumbuh gigi dulu.

    BalasHapus
  7. Tapi ada sisi positifnya yg bisa diambil dari membandingkan anak ini yaitu jadi tau anak kita sesuai fase perkembangan apa tidak.

    BalasHapus
  8. Padahal nggak usah dibanding-bandingkan ya, karena setiap anak punya proses tumbuh kembang yang berbeda. Kalau belum bisa bukan berarti terlambat atau bermasalah. Secara tersirat aku juga pernah dalam hati membandingkan, kok anakku belum bisa bicara yang jelas ya padahal anak lain yang seumurannya udah pandai bicara. Dan itu menyesalnya luar biasa. Sekarang malah anakku yang paling cerewet.

    Sekarang juga dibandingkan2 lagi sama saudara2 katanya anakku belum bisa menggunakan sepeda roda tiga. Hmmm sakit hati pastinya, tapi abaikan aja yang penting anak sehat dan tumbuh kembangnya baik.

    BalasHapus
  9. salfok ama "klean" kirain tadi typo. ternyata emang klean maksudnya kalian yah? hihi.
    bener banget, ga enak dibanding bandingin tuh! Kalo ada yg banding bandingin anak, dibales ajaa; ibunya temenku tuh kasih uang saku 1jutaa kok aku cuma seribuuu? wkwkwkw auto diem

    BalasHapus
  10. Dibanding-bandingkan tuh nggak enak banget. Apalagi buat anak-anak, kadang ingatan dibanding-bandingkan gitu kebswa sampe besar. Walau udah besar pun tetep sakit hati, apalagi bagi fresh graduate rawan dibanding-bandingkan. Entah karena pekerjaan atau jodoh. Sakit uey :)

    BalasHapus
  11. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  12. Kita yang dewasa aja nggak suka dibanding²kan, apalagi ini anak kecil, kan dia udah punya perasaan juga yang bisa sedih dan marah

    BalasHapus
  13. Saya memilih untuk fokus ke tumbuh kembang anak saya sendiri, sehingga tidak merasa terganggu oleh perkembangan anak orang lain. Entah mereka lebih lambat atau lebih cepat, dalam usia yang sama.

    BalasHapus
  14. Penyakit banget deh membandingkan anak sama anak orang lain. Apalagi gempuran era media social yang semua serba mudah show off kan. Jadi makin minder kalau lihat pencapaian anak lain. Tapi pernah lho anakku bilang, “ibu bayangin kalo aku bandingin sama mamanya temenku. Ngga suka kan.”
    Langsung jleb deh!

    BalasHapus
  15. Dibanding-bandingkan seperti itu memang nggak enak, bahkan sakit hatinya bisa membekas lama. Karena tahu rasa sakitnya, ke anak-anak sebisa mungkin nggak membandingkan begitu.

    BalasHapus
  16. Pernah banget bun. Lalu aku ingat dulu pernah sakit hati juga jika dibandingkan. Makanya sekarang aku santai aja, berproses sama cek checklist tumbuh kembang. Kalau sesuai ya sudah

    BalasHapus
  17. Namun, sebagian besar orang tua suka gitu ya. Membandingkan anak. Bahkan kadang, anak yg udah dewasa aja tetep dibandingkan dg anak tetangga.

    Anak yg belum nikah dibandingkan juga. Anak yg belum punya anak dibandingkan juga. Mau sampai kapan ya budaya gotu. Padahal anak juga punya perasaan bisa sakit hati.

    BalasHapus
  18. Setuju Bunda
    Anak kita itu aset paling berharga jadi buat apa dibandingkan secara tidak akan pernah ada persamaan nya.
    Syukur, bimbing dan didik anak menjadi yg terbaik, setidaknya jangan sampai anak kerasa tidak nyaman dengan sikap kita orang tuanya

    BalasHapus
  19. Betul banget kak. Bgm pun anak jg punya perasaan. Kalo dibandingkan dgn org lain, kdg ada perasaan ga terima. Krn emg kondisi dan kemampuan org berbeda2. Setiap org pasti pny jalannya sendiri. Yg pntg ckp dimotivasi aja biar langkah anak2 kita mkn bgs dan semangat dlm beraktivitasnya.

    BalasHapus
  20. dulu molly selalu dibanding2in sama anaknya sepupu yang kebetulan sebaya usianya. sampe sekarang molly gak mau lagi ketemu sama dia dan keluarganya. krn rasa trauma itu tadi.

    BalasHapus
  21. Dan ada juga tipe anak yang langsung down ketika dibandingkan dengan orang lain. Akibatnya akan memandang rendah diri sendiri, menganggap dirinya tidak becus huhu.. Meski tujuannya baik, agar anak termotivasi tapi membanding-bandingkan tetap keliru.

    BalasHapus
  22. Dibandingkan dengan orang lain, apalagi yang melakukannya itu tuh orangtua sendiri, rasa sakitnya beneran membekas lamaaa sekali. Sebagai yang umurnya lebih banyak dan lebih lama ngerasain hidup di dunia, berlatih menjaga lisan dari membandingkan ini tuh, besar lho dampaknya buat kehangatan keluarga.

    BalasHapus
  23. Bener banget nih bunda. aku tumbuh menjadi anak yang sering di banding-bandingnya, jadinya ada rasa trauma mendalam sampai aku sudah punya anak sendiri. Peribahasa lidah tidak bertulang itu nyata adanya.

    BalasHapus
  24. Aku juga punya balita yang kadang dibandingkan sama sepupu soal berat badan, nyesek, sih. Tapi, aku selalu bilang sama anakku, bagaimanapun dan apapun yang terjadi aku tetap menyayanginya. Jadi keinget juga soal temenku yang sejak kecil tumbuh dari dibanding-bandingkan dengan saudaranya. Untungnya mentalnya benar-benar kuat, dan jadi jauh lebih dewasa daripada saudaranya.

    BalasHapus
  25. Perasaan seperti itu pasti ada, yang penting kita menyadari bahwa anak punya masa-nya sendiri. Dan yang tidak kalah penting, jangan sampai menunjukkannya kepada orang lain baik melalui perkataan maupun mimik muka.

    Aku juga pernah mengalami, bahkan sering.. Heheh

    BalasHapus
  26. Ah, sepakat pake banget. Jangan pernah membanding-bandingkan anak dengan saudaranya, apalagi sama siblingnya. Itu akan membuat anak tidak percaya diri.

    BalasHapus
  27. betul banget, intinya harus ikhlas sama kondisi apapun yang dimiliki sang anak
    terus juga mencari potensinya untuk dikembangkan sehingga anak dapat berprestasi

    BalasHapus
  28. Aku dulu juga sering "gerah" kalau anak tetangga uda bisa apaaa gitu.
    Masalahnya emang senyebelin itu dia tuuh.. Masak kalo anaknya bisa apaaa... langsung laporan ke rumahku dengan dalih "main bareng". Rasanya pen tak pithes ajaa..

    Etapi memang trus aku jadi terpacu siih..
    Aku yang awalnya ngikutin maunya anak aja, jadi rajin menstimulus anak dengan cara apapun. Pokonya anakku ga boleh kalah.

    Gak aku bilang ke anaknya sii.. tapi ini jadi semangatku sendiri buat cari cara agar anak bisa sebelum milestonenya.
    Yampuuun.. itu berlaku buat anak pertama doaank, ternyataaa..

    Pas anak kedua, aku uda yakin banget sama anakku kalau dia bisa.
    Sesantai ituuu ternyata pengasuhan tuh yaa..

    BalasHapus